Disaster Called Merapi?
Rasanya memang udah takdir kalau
kita tak bisa selamanya menjadi penonton jika ada bencana yang numpang lewat. aku
hanya menjadi penonton saat Aceh dilanda tsunami, aku hanya jadi penonton saat
gempa melanda Bantul dan Jogja, dan lagi-lagi aku hanya jadi penonton saat Longsor
terjadi di Bandung.
Namun kali ini Tuhan punya ide
lain.
Akhirnya ada juga bencana alam
yang cukup berpengaruh menyapa hidupku, duniaku. bukan banjir, atau longsor,
atau tsunami. Sesuai dengan habitatku yang berada di kabupaten Boyolali yang
notabenenya merupakan kabupaten yang terletak di lereng gunung teraktif sedunia
–merapi booo-, maka bencana yang datang tentunya nggak jauh-jauh amat dari yang
namanya bencana kegunungan.
Merapi meletus pada akhir Oktober
2010. ribuan warga di sleman, Magelang dan Boyolali diungsikan ke tempat yang
lebih rendah. Fuih…rasanya seperti menjadi actor dadakan untuk sebuah film disaster sekelas Volcano dan rasanya
tegang banget karena dalam kasus ini kau ikut jadi actor yang bener-bener
terancam.
dari rumahku yang jaraknya 10km
dari Puncak merapi, gemuruh terdengar setiap hari yang diiringi kepulan awan
panas dan bau belerang yang menyengat. Belum lagi jika malam tiba, suasana
menjadi terasa lebih mencekam dengan warna merah menyala dan getaran di tanah
yang tak berhenti membuat jantung tak tenang, belum lagi hujan abu tebal yang
menambah suasana horror.
Keadaan semakin memburuk setelah
2 minggu letusan merapi tak juga mereda, Keluargaku yang tadinya menjadi tempat mengungsi kini
malah harus ikut diungsikan karena zona aman ditambah menjadi 20km.
kepanikan di tengah
hujan air yang bercampur abu
(jangan salahkan
fotonya yang jelek, lebih focus sama judulnya)
Banyak orang berusaha menjauh
dari merapi yang selama ini memberi kehidupan, dan baru sekali itu aku tahu
seperti apa rasanya kepanikan membuat kita lupa dengan yang namanya sosialitas
dan kepedulian karena semua orang sibuk menyelamatkan diri sendiri. rasanya
takut juga melihat diri sendiri bisa begitu egois, dan dari sana aku belajar
sesuatu. Benar apa yang dosen Teori seosial untuk rekayasa katakan bahwa
manusia bukan makhluk sosial, melainkan lebih tepatnya manusia adalah ‘needed
creature’. Manusia berinteraksi bukan karena memang sudah sifat kodrat,
melainkan karena manusia butuh orang lain. Tapi yang namanya sifat tidak bisa
dinilai dengan benar atau salah kan?
Ini adalah foto yang sempat
kuambil ketika cuaca cerah saat aku kembali ke rumah setelah 3 hari berada di
pengungsian.
Gunung Merapi, Jawa Tengah
Komentar
Posting Komentar
Find de lesson already?
I hope so.
thanks for the comment anyway :D