Ibu-Ibu Garis Miring Paparazzi
Menyadari bahwa
aku menghabiskan banyak masa kecil dan remaja di desa kelahiran tercinta, harusnya
aku sudah tidak lagi kaget dengan peran ibu-ibu sebagai sumber informasi dalam
fenomena interaksi sosial.
Yep, interaksi
sosial khas penduduk perdesaan.
Saat aku pulang
kampung pada weekend 1-2 juni 2013
kemaren, secara tidak disangka-sangka hampir semua warga desa yang ketemu aku
buru-buru menyalamiku dan mengucapkan selamat atas kesuksesanku yang menggemparkan.
Seluruh warga yang kumaksud adalah orang-orang yang kutemui ketika aku beli
sarapan buat aku sama bapak, orang-orang yang kutemui di warung ketika aku beli
bensin, orang-orang yang yang nongkrong di perempatan ketika aku nggak sengaja
lewat
Bayanginnn!! saat
bilang ‘bu beli bubur’ bukannya disodorin bubur, ibu penjual buburnya malah nyelametin
dengan excitement yang terlampau
tinggi,
lalu pas di warung,
saat bilang ‘bu beli bensin’ ibu penjual bensin langsung bercerita tentang
uraian riwayatku dari kecil ampe segede ini dan nggak lupa juga ngoceh yang sama
tentang kesuksesanku.
Trus pas lagi di
jalan dengan kondisi aku lagi berhenti mau nyebrang, dengan muka plain dan nggak ada firasat apa2, tiba2 aja
gitu disamperin bapak-bapak yang mau ke ladang dan nggak lupa, kata selamet tetep ikut jadi kalimat pembuka.
Detik itu juga, aku
baru tau kalau aku terkenal dengan ‘prestasi menggemparkan’ yang mirisnya
bahkan aku sendiri nggak tahu itu apa. Dalam hati aku cuma berkali-kali ngomong
‘dapuk is dis’ dan merasa –dengan sangat
darurat- harus segera mengintrogasi orang-orang ini.
Dan setelah
diselidiki dengan tingkat ke-kepo-an maksimal, akhirnya aku nemu apa itu
‘kesuksesan menggemparkan’ yang mendadak membuat semua warga desa berasa kena
gegar otak. Kesuksesan itu adalah..jengjengjeng
“itu loh anaknya Pak Yitno/Bu Turipah pas simbahnya meninggal sedang
ujian kelulusan dan sekarang belum ada sebulan uda kerja di perusahaan di
Jakarta dan beliin motor baru buat adiknya, gajinya gede banget pasti’
Mengetahui hal
itu, aku hanya bengong sebengong-bengongnya dengan muka paling ganjil sedunia
karena nggak tahu harus memasang ekspresi prihatin, seneng, mau gila, ngenes
atau apa
Saat aku bertanya
pada bapak dan ibu, mereka berdua cuma cengengesan dan saling tatap dengan kode
sekongkol yang nggak pake tedeng aling-aling.
Jadi, ternyata
semua rumor itu berawal dari sistem distribusi informasi tercanggih yang ada di
desa, yaitu ibu-ibu rumah tangga. Di rumah, bapak dan ibuku memiliki sebuah home industry yang banting arah dari
produksi roti menjadi usaha pengolahan bawang goreng. Nah, dengan peralihan background usaha yang sedemikian rupa,
maka pekerja di rumah yang tadinya kebanyakan adalah laki-laki berganti menjadi
wanita berjumlah kurang lebih 7 biji dimana semua wanita ini adalah ibu-ibu
rumah tangga yang bekerja buat ngisi waktu luang mereka.
Dan kalian tau,
memiliki pekerja ibu-ibu rumah tangga sama saja dengan kau punya paparazzi di dalam rumah sendiri.
Nggak perlu
pesbuk, nggak perlu twitter, semua berita sudah masuk timeline masing-masing
warga melalui obrolan pas belanja, pas lagi kumpul PKK, pas lagi arisan, pas di
tempat kerja.
Hanya berawal dari
(1) fakta bahwa orang tuaku baru aja beli motor baru buat adikku yang bulan lalu
nggak sengaja bikin motornya remuk karena kesenggol mobil, (2) kebetulan aku
lulus di bulan yang sama dan (3) satu pertanyaan dari satu dua orang pekerja mengenai
‘mbak Nur sekarang kerja dimana?’ (yeah,
Nur. Panggilanku di rumah yang sekaligus secara memalukan dijadikan sebagai
merk dagang yang dicetak di setiap plastik kemasan produk roti dulu sebagai
bentuk hasil kreativitas bapak-ibu -.-‘)
berita itu
tercipta dengan sendirinya
Premis satu : Awal
Mei aku lulus kuliah
Premis dua : Akhir
Mei bapak-ibu beli motor baru
Premis tiga :
bapak bilang kalau aku uda SEMPAT diterima sebuah perusahaan di bekasi.
Lalu hasilnya:
Seantero desa
mengenalku sebagai anak yang suksesnya nggak ketulungan dan paling membanggakan
padahal sebelumnya aku masih sering jadi bahan omongan karena jadi cewek yang
sok-sok an minta sekolah tinggi dan hanya ngabisin duwit orang tua.
It is funny knowing how rumor spread so fast, and how it makes
people change their opinion about me, Instantly
Desa merupakan
sebuah wadah dimana orang-orang begitu peduli dengan hidup orang lainnya. Nggak
hanya tetangga kanan kiri rumah, tapi bahkan orang yang tinggalnya jauh di
ujung desa pun, nggak ada yang nggak tahu sejarah hidupnya. Dan peduli disini
nggak semuanya peduli dengan positif, namun ada juga yang peduli dalam artian
negatif.
Aku, oleh
tentanggaku yang baik, dianggap sebagai seorang berkemauan keras dan punya
mimpi yang tinggi. Sedangkan oleh beberapa orang yang tidak cukup baik, sebagai
seorang anak perempuan yang ngotot buat kuliah di saat hampir semua cewek di
desaku hanyalah lulusan SMP atau SMA yang otomatis sudah dapat menghasilkan
uang disaat aku masi terus ngabisin duwit bapak-ibu, menjadi sangat wajar bila
aku menjadi objek pergunjingan mereka.
Aku dan orang
tuaku sudah sangat hafal tentang bagaimana orang dapat dinilai dari sudah
berapa lama dia bekerja, dari apa yang uda dia berikan kepada orang tua.
Misalnya saja sepupuku yang selisih satu tahun lebih muda dariku. Dia adalah
lulusan SMK yang langsung bekerja di pabrik garmen dan saat ini, sudah bisa
membeli motor sendiri, memperbagus rumah, menyekolahkan adik dan ya,’membeli’ predikat
orang.tua.yang.berhasil untuk
menaikkan status orang tuanya di depan masyarakat. Aku sering kali
dibanding-bandingkan dengan sepupuku itu, dan jelas saja itu menjadi beban
batin tersendiri untuk bapak-ibu. Namun positifnya, kami menjadi terpacu untuk
membuktikan bahwa mencoba keluar dari kebiasaan bukanlah suatu kesia-siaan.
Kembali ke kecanggihan ibu-ibu rumah tangga di
desaku ini dalam menyebarkan rumor, ada hikmah tersendiri yang kudapatkan.
Yaitu adanya pengakuan bahwa nggak selalu cewek yang minta kuliah itu adalah
cewek yang ngabis2in duwit orang tua
Saat pulang dengan gelar sarjana teknik dan
status sudah kerja, menjadi yang
pertama dengan mendahului temen-temen cowok di desa yang sama-sama kuliah, -meskipun
berita itu nggak sepenuhnya benar- nggak dipungkiri bahwa ada rasa senang di
hati karena dapat membuktikan bahwa cewek juga bisa berkarya. Cewek nggak
selamanya harus bekerja di pabrik di usia muda.
Semoga dengan rumor ini, orang-orang di desa
mulai memiliki keberanian untuk mengijinkan anak-anak perempuan mereka mengejar
apa yang mereka inginkan
Semoga dengan rumor ini, anak-anak perempuan
di desa mengembangkan pemikiran mereka dan mulai membangun keinginan untuk
keluar dan mengerti bahwa adalah kesia-siaan jika hanya memiliki mimpi yang
kecil, mimpi yang aman.
Well.. yang terakhir,
aku dapet PR berkat rumor yang sengaja aku, bapak dan ibu biarkan tersebar, PR
itu adalah mengubah rumor menjadi fakta. -aku harus bener2 serius nyari kerjaan
mulai dari sekarang hahahaha-
Just wish me luck
Komentar
Posting Komentar
Find de lesson already?
I hope so.
thanks for the comment anyway :D