Untold words: behind social media persona
Semenjak project terakhir gue selesai akhir Juli lalu -yayyy!!!- gue sekarang ditugaskan dalam 1 tim baru untuk membantu menangani project di kabupaten yang sama namun dengan tema yang berbeda.
Untuk pekerjaan kali ini, tim gue bekerja sama dengan Dinas Pariwisata, Budaya dan Olahraga untuk menyusun Rencana Induk Pembangunaan Pariwisata Kabupaten Musi Rawas Utara 2017-2025. Sounds legit right? Lol...baru kali ini juga gue punya project yang berkaitan dengan pariwisata so it is pretty awesome.
Well, ada yang menarik dari pekerjaan ini
dibandingkan dengan pekerjaan2 gue sebelumnya. Pekerjaan gue sebelumnya cuma
mewajibkan tim gue untuk banyak berinteraksi dengan orang karena kerjaan gue erat
kaitannya dengan sosial-ekonomi. Sementara untuk kerjaan kali ini yang notabene
adalah pembangunan pariwisata, tentu aja tim gue diharuskan untuk ngecek satu
persatu potensi wisata yang mungkin untuk dikembangkan di Muratara. And by ngecek satu persatu, it means tim gue harus masuk hutan, naik bukit,
turun lembah, susur sungai dan beragam kegiatan fisik lainnya yang kalo gue
jabarin satu persatu gue nggak yakin bakal kelar dalam sehari.
Asik dong, jalan-jalan!
*komentar seseorang dari kejauhan* *seseorang keluar ruangan
karena dipelototin secara intens* *seseorang nggak kedengeran kabarnya lagi
setelah itu*
Sejak jaman dulu kala, gue menyadari bahwa gue bukanlah anak
lapangan secara gue telat makan satu jam aja bisa terkapar kayak ikan abis
dipotas. Jadi jelas bahwa kerjaan gue kali ini bakal memberikan banyak
pelajaran sekaligus drama khususnya sepanjang pelaksanaan survei lol
Nah, berhubung gue bisa menyelesaikan kegiatan survei lapangan itu
hidup-hidup, kali ini gue bakal berbagi satu pelajaran yang gue highlight kenceng2.
Terkait dengan jurusan kuliah dan bidang kerja yang gue tekuni,
gue banyak memiliki teman dengan pekerjaan yang serupa (basis kerja yang butuh
banyak bepergian) jadi adalah hal yang sangat lumrah ketika tiap kali gue buka
media sosial, gue menemukan banyak post tempat2 indah yang dikunjungi oleh
teman2 gue. Salah satu jenis post yang paling populer adalah foto pemandangan
alam eksotis ala ‘my life my adventure’ yang tentunya bakal membuat orang yang
melihat berdecak kagum dan berharap punya hidup semenarik yang empunya akun
*uhuk personal feeling uhuk*
Hmmm...Let me reveal the shocking truth,
Realita nggak sesederhana foto indah di sosial media.
Kata orang, picture
tells a thousand words. But wait….the essential part you need to know is that behind those one thousand words, there are another thousand
words which are untold.
Secara umum, orang2 memiliki kecenderungan untuk membagikan
moment2 positif di social media tanpa memberikan detil upaya termasuk
kesulitan2 yang harus dilalui untuk sampai pada momen tersebut (termasuk gue
since gue adalah manusia).
Contoh 1:
Dam Bukit Ulu, Kec. Karangjaya, Musi
Rawas Utara
Untuk bisa pose2 sok dramatis macam ini, gue harus menempuh
perjalanan jauh dari yang tadinya melewati jalan yang normal sampai ke jalan
yang cuma bisa dilewati satu kendaraan dengan jenis permukaan yang masih berupa
tanah lalu dilanjut dengan berjalan kaki melewati jalan setapak di jam 1 siang
–kalo gue boleh menambahkan- di tengah hutan.
FYI, bagi gue yang tiap jalan 100 meter aja butuh waktu recovery a.k.a rebahan sekitar sejam,
perjalanan tersebut adalah perjalanan penuh dengan perjuangan. Jadi untuk
melengkapi the untold story, gue bakal melampirkan jalur yang gue tempuh untuk
sampai ke danau nan elok tersebut:
Contoh 2:
Untuk contoh yang kedua ini adalah
perjalanan survei yang kami lakukan untuk mencari makam peninggalan sejarah
yang letaknya ada di Kecamatan Karangdapo. Kinda ridiculous comparing the
effort and the surprising discovery lololol..that's why I want to share it with
you guys.
Here is the video I make during the
wisata 'buka jalan'
And tadaaaa...here is the grand discovery
Makam Muneng Aji, Kecamatan Karangdapo, Musi Rawas Utara
Penemuan pada contoh kedua nggak akan gue share di social media karena gue tau dia
nggak akan sebagus contoh 1 dalam mengundang perhatian orang (yes, I am as
shallow as selokan mataram). Kesimpulannya adalah, segala hal yang orang
share di media sosial adalah hal yang mereka ingin kita lihat dan kita
fikirkan. Dan hal2 tersebut seringkali menjadi info yang misleading karena
tidak disampaikan secara seutuhnya. Sayangnya nggak semua orang menyadari the
so unwritten rule of 'cara main' social media ini so in that way beberapa pikiran
negatif bermunculan salah satu contohnya adalah kurang bersyukur sama hidup
yang dijalani.
Gue pernah nemu meme di naingag -yaelah referensi gue masih jaman jahiliyah banget- yang bercerita tentang seseorang yang 'berkecil hati' karena terus menerus melihat post teman2nya yang
super fancy, entah itu mereka lagi tugas ke luar negeri, atau lagi rapat di
hotel bergengsi, atau hangout di tempat nongkrong yang keren. Dia merasa dunia tidak adil karena disaat dia struggling habis2an dan masih aja gagal beberapa kali, teman2 dia tampak punya hidup yang wayyy easier and wayyyy cooler than his. Eventually orang ini menjadi depresi dan unhappy.
Sedih ga sih?
Sedih ga sih?
yaiyalah...tiap hari disodorin foto
muluk2 sementara kita yang sudah berusaha sekeras2nya aja belum bisa pasang
foto serupa, gimana nggak atit hati berbiii??
Kesimpulannya? (Biar gue ulang lagi)
Sebelum 'bermain' di media sosial, setidaknya kita harus tahu betul bahwa media sosial memiliki kemungkinan untuk memberikan 'side effect' macam mental damage yang sudah gue sebutkan sebelumnya.
Bahkan teman gue ada yang pernah bilang ke gue:
"Kamu gausa mainan Path yak, main Path itu cuma bisa dilakuin sama orang yang hatinya kuat. Soalnya ga ada post sedih di path, ga ada post galau. Yang ada cuma orang lagi check in di bandara, foto di hotel cantik, atau tiba2 nongol di luar negeri."
Iya, gue nggak punya path sejak percakapan itu (karena gue sadar gue punya jiwa yang rentan kena penyakit hati lololol)
Namun berhubung gue ga bisa ngelarang2 orang buat main social media karena hellooow, social media is part of human evolution, maka yang bisa gue sampaikan hanyalah...
Kita harus menanamkan kuat2 di hati bahwa image yang ditampilkan di social media bukanlah refleksi seorang individu yang sebenar-benarnya. Sekali lagi, lu melihat si A cuma dari sisi yg A setting agar elu lihat. Jadi take it easy. Tiap kali elu liat foto cakep di media sosial, lu harus ingat perjuangan gue untuk ngambil foto serupa. Lu harus inget berapa kali gue mau rebahan dan merengek minta pulang, lu harus inget sepatu putih gue yang keperosok di lumpur dan gue butuh 15 menit buat ngebersihin pake ranting pohon dan dedaunan. Lu harus inget ada berapa belas bentol gigitan nyamuk di lengan gue, lu harus inget berapa kali maag gue kumat dan gue mendadak pengen ngunyah dedaunan terdekat.
Dari situ niscaya elu bakal dilabeli jadi orang yang suka suudzon dan judgemental lololololol but at least lu bisa melinghindarkan diri lu dari mental damage.
Kesimpulannya? (Biar gue ulang lagi)
Sebelum 'bermain' di media sosial, setidaknya kita harus tahu betul bahwa media sosial memiliki kemungkinan untuk memberikan 'side effect' macam mental damage yang sudah gue sebutkan sebelumnya.
Bahkan teman gue ada yang pernah bilang ke gue:
"Kamu gausa mainan Path yak, main Path itu cuma bisa dilakuin sama orang yang hatinya kuat. Soalnya ga ada post sedih di path, ga ada post galau. Yang ada cuma orang lagi check in di bandara, foto di hotel cantik, atau tiba2 nongol di luar negeri."
Iya, gue nggak punya path sejak percakapan itu (karena gue sadar gue punya jiwa yang rentan kena penyakit hati lololol)
Namun berhubung gue ga bisa ngelarang2 orang buat main social media karena hellooow, social media is part of human evolution, maka yang bisa gue sampaikan hanyalah...
Kita harus menanamkan kuat2 di hati bahwa image yang ditampilkan di social media bukanlah refleksi seorang individu yang sebenar-benarnya. Sekali lagi, lu melihat si A cuma dari sisi yg A setting agar elu lihat. Jadi take it easy. Tiap kali elu liat foto cakep di media sosial, lu harus ingat perjuangan gue untuk ngambil foto serupa. Lu harus inget berapa kali gue mau rebahan dan merengek minta pulang, lu harus inget sepatu putih gue yang keperosok di lumpur dan gue butuh 15 menit buat ngebersihin pake ranting pohon dan dedaunan. Lu harus inget ada berapa belas bentol gigitan nyamuk di lengan gue, lu harus inget berapa kali maag gue kumat dan gue mendadak pengen ngunyah dedaunan terdekat.
Dari situ niscaya elu bakal dilabeli jadi orang yang suka suudzon dan judgemental lololololol but at least lu bisa melinghindarkan diri lu dari mental damage.
Jadi, the lesson I've learned is..
Kalau mau survei lapangan, tolong bawa
autan dan segepok kantung darah untuk ngasih makan nyamuk dan pacet (seriusan).
who's talking that sweet sentence?
BalasHapusWhich sweet sentence we are talking about exactly,tmilady?
BalasHapus