Keep the flame burning


Sekitar dua tahun yang lalu, gw memutuskan untuk meninggalkan Jogja kota tercinta dan pindah ke Jakarta untuk mengejar this so called better-brighter career. Bagi gw, meninggalkan Jogja sama saja halnya dengan meninggalkan bagian besar dalam hidup gw; pekerjaan yang gw suka, teman-teman yang sudah seperti keluarga, lingkungan hidup yang sudah membuat gw terbiasa. Lalu pertanyaannya adalah, demi apa?

Jika lu adalah orang yang saat ini berusia sekitar pertengahan 20, terlahir dan dibesarkan dengan budaya Asia yang kental, dan belum menemukan yang namanya a ‘real' job, gw rasa kalian semacam bisa memahami keputusan yang gw ambil pada waktu itu. Punya pekerjaan tetap bagi seorang sarjana yang telah melewati masa fresh graduate seolah adalah segalanya. Terlebih lagi, pekerjaan mapan bukan hanya tentang kejelasan masa depan dan kesejahteraan/kemampuan foya-foya, tapi juga tentang kelegaan orang tua dan validasi dari tetangga (:p).
Lucu kan? Hal ini menjadi terasa lebih lucu lagi karena memang beneran terjadi.

Singkat cerita, dua tahun berlalu dan disinilah gw sekarang, menjadi seorang PNS. Jenjang karir? Check, pendapatan? Check, tameng orang tua pas ditanya tetangga? Check. Lalu, apalagi?

Exactly! Apalagi?
Pertama kali gw sampai di Jakarta, gw bekerja sebagai seorang evaluator program dengan status pekerja kontrak. Status gw tersebut ngebikin gw merasa masih berada pada zona berisiko karena bisa saja kontrak gw nggak akan diperpanjang di tahun2 berikutnya. Konsekuensinya, I worked my ass off untuk menunjukkan kalo gw adalah pekerja yang dapat diandalkan. Disaat teman gw berhasil mencapai sesuatu, gw juga terpacu untuk melakukan hal yang sama. Disaat temen gw mendapat pujian karena kerjaannya, gw juga termotivasi untuk seenggaknya mendapat apresiasi yang serupa. Begitulah hidup gw berjalan hingga suatu waktu, gw diterima menjadi seorang PNS dan sekali lagi, siklus hidup gw direset kembali.

Gw meninggalkan Jogja dengan alasan untuk menembus comfort zone namun ternyata menjadi seorang PNS membuat gw memasuki comfort zone yang lainnya. Beberapa bulan pertama gw mulai bekerja, gw menghadapi culture-shock dengan cara kerja di kantor baru dan dengan status baru. Gaya ‘beqerja qeras bagai quda’ gw selama di kantor lama yang hectic ternyata nggak sesuai untuk diterapkan di kantor baru yang punya ritme kerja normal.
It is not always a bad thing though, slowing down our rushed working style I mean. After all, my mom wanted me to switch to a less-busy job so I could live my life too.
Hanya saja, perubahan yang drastis membuat gw semacam ‘kosong’. Dan ternyata, hal ini bukan hanya terjadi pada gw saja namun juga beberapa teman sesama PNS baru. Gw tahu apa yang gw dan teman2 gw rasakan adalah sesuatu yang sifatnya sementara karena lama kelamaan, kami akan terbiasa. Hanya saja, benarkah terbuai dengan pembiasaan adalah yang kita inginkan?

Di titik ini gw merasa kagum dengan teman-teman gw di BKPM.
Mereka mengisi kekosongan yang menghantui dengan melakukan hal yang bermanfaat. Beberapa bekerja sebagai volunteer di organisasi sosial. Beberapa aktif menekuni hobi positif seperti menulis dan berolahraga. Beberapa lainnya bahkan tetap berkontribusi untuk memajukan kantor di luar lingkup kerja. Gimana bisa?
Salah satu contohnya adalah project yang saat ini sedang kami kerjain. Menjelang pendaftaran CPNS baru periode 2019, beberapa teman berinisiatif untuk membuat vlog promosi untuk meningkatkan minat calon pendaftar. Yang membuat gw kagum adalah, inisiatif ini murni dateng dari teman2 gw sendiri yang berharap bahwa adik2 tingkat kami nanti adalah talent yang memiliki kualitas terbaik. Selain itu, terlepas dari kualitas video yang mungkin tergolong amatir, fakta bahwa mereka rela untuk bikin naskah, syuting, dan editing di sela2 kesibukan hidup masing2 adalah sesuatu yang membuat gw bangga. I really enjoyed and appreciated the process; the moment when we gathered after work to discuss about what the setting was going to be like, or when we had to retake a certain scene so many times it was frustrating and funny at the same time. and many other silly things.
By the end of the day, the process is what matters, right?
Btw, video perdana bisa dilihat disini J

Lesson learnt:
Gw belajar dari teman2 gw bahwa ternyata hidup bukan hanya sekedar tentang resistensi terhadap zona nyaman. Hidup adalah tentang gimana menjaga ‘api’ di dalam diri lu untuk tetap menyala no matter what kind of situation you are in.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Where Do We Stand?

#9. My Ninth...