Pemimpin Dunia Bisa Siapa Saja
Yang
indah dari masa kuliah adalah, setiap orang memiliki kebanggaan dan kenarsisan
tersendiri karena ilmu yang mereka pelajari.
Beberapa
hari yang lalu, masih terkait dengan post sebelumnya, aku memiliki kesempatan
untuk mengikuti stadium general di
jurusan teknik elektro tentang persatelitan. Menjadi satu-satunya anak tata
ruang di tengah-tengah puluhan anak teknik elektro?
Waw. Nggak pernah kebayang sama sekali olehku.
Aku
mendengarkan dengan baik setiap materi yang disampaikan karena persatelitan
adalah tema yang sumpah belum pernah kupelajari sebelumnya. Ilmu baru selalu
memiliki daya tarik tersendiri untuk di pelajari, begitu pula dengan ilmu
persatelitan ini. Selama berjam2 berada di ruangan itu, mendengarkan pembicara
bergantian menyampaikan materi dengan aura kecintaan yang terlihat jelas ketika
mereka bicara, aku seolah memasuki sebuah dunia baru yang dipenuhi oleh orang
gila, yep..orang gila versi elektro. Yang kurasakan saat itu adalah perasaan antara
senang karena ternyata bukan hanya aku yang gila serta terkejut karena melihat
betapa kuatnya ilmu yang mereka pelajari.
Selama
ini, aku sebagai mahasiswa tata ruang, memiliki keyakinan besar bahwa bidangku
adalah bidang yang paling berpengaruh terhadap jalannya dunia –dan aku yakin
sebagian besar mahasiswa memiliki keyakinan yang sama mengenai jurusannya-. Di
dalam otak kami, para urban planner,
sedikit saja kami salah dalam merencanakan skenario pengembangan suatu kota
maka..tamat sudah, peradaban menjadi korban utamanya, -contoh nyatanya adalah
atlantis dan phompei-. Nah, inilah yang kusebut sebagai narsisme mahasiswa
tentang ilmu yang mereka miliki.
Dan
melalui kuliah umum di elektro ini, aku melihat kenarsisan yang sama. Di sela2
penyampaian materi, para pembicara menekankan bahwa teknik elektro merupakan
bidang yang paling berpengaruh terhadap perkembangan peradaban. Aku disana,
sebagai seorang outsider, seorang stranger, hanya tersenyum geli, merasa
sedang melihat refleksi kenarsisan di kelas PWK, kenarsisan yang persis sama.
Aku
sangat tertarik dengan cara pikir mereka dan pendekatan yang mereka lakukan
sehingga mereka merasa memiliki pengaruh besar terhadap peradaban. Ada satu
pembicara yang sangat menyita perhatianku dengan mengungkapkan gagasannya
dengan sangat bangga tentang bagaimana sebuah satelit dapat membantu
pulau-pulau di Indonesia berkembang seperti layaknya perkembangan di pulau
Jawa. Pembicara itu menyampaikan bahwa geografis Indonesia yang berupa negara
kepulauan dengan jumlah pulau yang lebih dari seribu menjadikan fiber optic bukanlah solusi tepat sebagai
media distribusi informasi dan juga komunikasi. Satelit adalah jawabannya.
Melalui keberadaan satelit, pulau-pulau terpencil akan dapat menikmati manfaat
teknologi informasi secara maksimal, misalnya saja yang paling basic adalah internet. Dengan internet,
ilmu mudah disalurkan, dengan ilmu yang accessible
maka sumberdaya manusia akan meningkat, dengan peningkatan sumberdaya manusia
maka pengembangan daerah2 terpencil akan optimal, kesenjangan antar daerah akan
teratasi dan hasil akhirnya..negara akan semakin makmur.
Yeah,
di luar hitungan bahwa jelas saja mereka mengagung2kan satelit karena memang background pembicara tersebut adalah
petinggi dari perusahaan persatelitan itu sendiri, mari kita lebih fokus pada intinya
yang lurus, yaitu sumbangan apa yang ingin mereka berikan untuk negara melalui
bidang yang mereka miliki. Melalui logika yang disampaikan, aku setuju bahwa
teknik elektro memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan peradaban.
Yang
lebih menarik lagi adalah apabila kita coba kaitkan kenarsisan ini dalam
pendekatan ilmu lain, misalnya saja kenarsisan yang ditunjukkan melalui tekat
pak Habibie untuk memproduksi pesawat sendiri. Yep, kenarsisan di bidang teknologi
penerbangan. Pak Habibie meyakini bahwa dengan pertimbangan yang sama yaitu
pertimbangan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, pesawat merupakan
solusi untuk pemerataan pembangunan di seluruh pulau di Indonesia. Dengan
pesawat, setiap pulau dapat saling berhubungan dan dapat bekerja sama. secara
logika, memang dua wilayah yang berinteraksi akan memberikan keuntungan secara
ekonomi. Selain itu, kesenjangan
pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya pesawat sebagai sarana distribusi.
Potensi-potensi akan semakin dapat dioptimalkan, misalnya saja potensi wisata
yang eksotis di pulau-palau Indonesia bagian timur yang saat ini secara
eksisting masih ‘belum ditemukan’ karena alasan medan terjal sehingga tidak
terjangkau. Melalui logika yang disampaikan ini, aku juga setuju bahwa teknik
penerbangan memiliki peranan yang sangat besar terhadap perkembangan peradaban.
Lalu,
bagaimana kenarsisan versi anak PWK tentang betapa berpengaruhnya kami terhadap
peradaban dunia jika dinilai dari kasus
yang sama?
Didasarkan
pada geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, memang benar
permasalahan yang utama adalah kesenjangan dalam konsentrasi fokus pengembangan
wilayah. Oleh karena itu, solusi pemekaran wilayah dengan memberikan hak
otonomi secara penuh untuk daerah-daerah sebagai solusi dari segi kelembagaan
diberlakukan dengan harapan agar tiap wilayah di pulau-pulau terpencil
sekalipun dapat berkembang secara optimal sesuai karakter yang mereka miliki.
Sedangkan dari segi pembangunan fisik, kenarsisan anak-anak tata ruang akan terlihat
dari gagasan pembangunan infrastruktur antar pulau, misalnya jembatan, jalur
darat -peningkatan jalur lintas sumatera misalnya-, pengembangan jalur laut dan
lain sebagainya. Peningkatan infrastruktur dasar akan mendorong pemerataan
konsentrasi pengembangan. Konsentrasi pengembangan yang merambah setiap daerah,
bagian terpencil sekalipun akan memiliki kekuatan untuk menarik investor.
Dengan investasi, suatu daerah akan mampu dibangun tanpa harus selalu
bergantung pada anggaran pemerintah yang terbatas. Dari sini akan tercipta
daerah-daerah yang mandiri, daerah yang mampu mensupply kebutuhannya sendiri, misalnya kebutuhan penyediaan lapangan
kerja bagi penduduknya sehingga tidak akan terjadi urbanisasi yang terlalu
tinggi ke pulau Jawa. Dengan urbanisasi yang terkendali Pulau Jawa tidak akan overloaded dan seterusnya.
Dilihat
dari penjelasan yang kuberikan, jika diamati lebih dalam memang strategi ku
sebagai anak tata ruang jelas memiliki pola yang berbeda dengan elektro dan
teknologi penerbangan. Mereka masing-masing memiliki fokus pengembangan dengan
memberikan satu instrumen khusus,
misalnya seperti inovasi satelit maupun produksi pesawat. Sedangkan dalam tata
ruang, strategi yang kuberikan adalah strategi dengan scope yang lebih besar, yaitu pembangunan infrastruktur fisik,
dimana itu artinya aku memberikan instrumen berupa ‘masterplan’ yang nantinya akan melibatkan anak sipil, anak
perkapalan, anak geodesi dan sebagainya. Sederhananya, produk yang kami berikan
adalah semacam blue print atau project base untuk semua bidang ilmu
sebagai acuan tentang prioritas yang harus mereka capai sesuai bidangnya.
Wkwk..kalo
begini mah jadinya kok kayak aku meninggikan derajat anak PWK ya?, haha, tapi
memang begitulah eksistingnya, kami bukan orang yang dapat membuat satelit
ataupun pesawat, yang bisa kami lakukan adalah mengintruksikan orang lain
tentang apa, kapan, dan dimana mereka harus menciptakan serta menerapkan
inovasi yang mereka hasilkan.
Well, dari sini, dari logika yang berbeda,
namun dengan kenarsisan yang sama, Aku setuju bahwa Teknik Perencanaan Wilayah
dan Kota memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan peradaban :p
Indah
bukan?
Itu
aja baru kenarsisan tiga ilmu, belum lainnya.
Dari
sini, dengan mudah dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya tidak ada dominasi
ilmu dalam perkembangan peradaban. Semua ilmu memiliki peranannya sendiri untuk
membuat peradaban tetap eksis dan berkembang. Dan setiap peranan sifatnya
krusial. Jadi, tidak ada itu yang namanya dominasi oleh satu bidang keilmuan. Dengan
dilandasi keinginan yang mulia, siapa saja bisa jadi pemimpin dunia, bisa anak
elektro, anak mesin, anak tata ruang, anak sipil, ataupun bidang ilmu lainnya.
Narsisme
hanyalah narsisme, sebuah mekanisme untuk mengoptimalkan peran-peran tersebut. Tanpa
narsisme, wkwk…dimana keyakinan akan eksistensi kita?
Jadi,
biarlah narsisme itu ada, asalkan tidak sampai menjadikan kita buta dengan
meremehkan ilmu di luar lingkup bidang kita.
Komentar
Posting Komentar
Find de lesson already?
I hope so.
thanks for the comment anyway :D