Generation Z
Apakah itu generasi Z?
Suatu waktu, saat aku ditempatkan dalam
sebuah situasi yang memaksaku harus membaca banyak buku dan jurnal, ada satu
momen ‘cobaan.baca.buku.ilmiah’ yang - diluar dugaan- membawaku pada sebuah
pengetahuan keren, yaitu tentang Generation Z
Saat pertama kali membaca istilah asing
yang terdiri dari kata ‘generasi’ plus tambahan satu huruf di belakangnya ini,
aku curiga kalau aku sedang berada dalam alur sebuah cerita fiksi dan tentunya,
istilah asing ini membawa sebuah cerita besar di belakangnya.
Kepalaku yang terbatas dengan imajinasi cerita
fiksi membawaku pada ekspektasi besar di balik istilah keren ‘generasi Z’ ini.
Karena sejauh yang aku tau, istilah model begini biasanya merupakan bagian dari
cerita fantasi dengan ide brilian semacam District 9 atau film superhero
sekelas X-men.
Tapi…ya, kemudian aku membuka sampul buku
itu lagi dan sadar bahwa yang kulihat adalah sebuah mimpi buruk bernama ‘environmental education research’ dan kurasa
X-men bukan lah rujukan yang tepat.
Well..Setelah ngejedotin kepala ke tembok
untuk mengembalikan settingan otak ke mode serius, akhirnya aku kembali membuka
lembar terakhir yang kubaca dan menghibur diri, “yah belom ada kasus orang mati gegara baca buku ilmiah, dan nilai
plusnya, mereka bisa loh nemu istilah oke macam generasi z?”
Dan bener aja,
Generasi Z menjadi salah satu istilah
fenomenal. Tau alasannya kenapa? Karena generasi Z bukanlah istilah dalam
cerita fiksi, melainkan sebuah generasi yang bener-bener ada di tengah dunia
yang udah semakin gila canggih ini.
Okey..mari dimulai.
Generasi Z adalah sebuah predikat yang
diberikan kepada anak-anak yang lahir setelah tahun 1991. Pada masa ini, dunia
mengalami banyak perubahan karena merebaknya terorisme dan kemunculan gaya kebudayaan
modern baru yang diwakili oleh televisi, playstations, dan internet.
Kondisi ini membuat dunia luar diterjemahkan
sebagai tempat yang gelap, berbahaya dan memiliki resiko yang tinggi, oleh
karena itu anak-anak dari generasi Z ini memiliki kecenderungan untuk menjadi
anak-anak indoor yang dominasi
kegiatannya berada di dalam ruangan dan sebagian besar waktunya dipakai untuk
kebudayaan modern baru seperti video games, internet dan televisi seperti yang
uda kusebutin diatas.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh
basrur dalam McAllister(2008) yang mengambil lokasi di waterloo, Ontario,
ditemukan bahwa 15-25 persen anak-anak yang menjadi respondennya mengalami
obestitas dan separuh dari total remaja yang ada tidak aktif dalam kegiatan
pembangunan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya dorongan dari orang tua
mereka untuk beraktivitas di luar ruangan. Para orang tua ini menganggap bahwa
menonton televisi di rumah memiliki resiko yang lebih kecil daripada melepaskan
anak-anak mereka untuk bermain di luar rumah.
Fakta lain yang mendukung ditunjukkan
oleh model pembangunan permukiman sub-urban kelas menengah di Australia pada
tahun 2003. Model perumahan dibuat dengan skala besar di dalam sebuah area
terpusat. Rumah-rumah di dalam ‘permukiman modern’ ini didesain dengan halaman
yang sempit atau bahkan tanpa halaman, pagar yang tinggi serta garasi otomatis.
Desain ini secara langsung merekayasa -entah disengaja atau tidak- perilaku
anak-anak sehingga lebih memilih untuk bermain di dalam rumah.
Generasi z tumbuh sebagai generasi yang
dilindungi oleh dinding tinggi dan ditemani oleh berbagai kecanggihan teknologi
di dalamnya. Oleh karena itu fenomena
yang generasi Z disebut sebagai ‘the
bubble-wrap generation’
Bagi orang yang lahir pada tahun 1991
atau sebelumnya, mungkin bisa dengan jelas menceritakan perbedaanya. That’s why ada banyak jokes mengenai perbedaan anak-anak jaman
dulu dan anak jaman sekarang.
Dan berhubung aku adalah kelahiran 1991, yeah.. sure I can tell the difference.
Jaman SD dulu, teknologi bukanlah sesuatu
yang dapat mendominasi hidupku. Well, emang bener sih aku cinta mati sama
televisi karena didalamnya ada harta karun seperti doraemon, trio kwek-kwek
yang keren gilak, power rangers dan banyak lagi. Tapi tetep, aktivitas
pecicilan di luar masih lebih menarik. Ujan-ujanan bareng teman, pergi ke
sungai buat nyari batu berbentuk absurd, nyari burung ke ladang, gobak-sodor,
engklek, lompat tali massal, main gundu, monopoli, pura-pura ngikutin adegan
panji manusia millennium dan FYI, aku selalu jadi penjahatnya, serta masih
banyak lagi (mennn, I suddenly realize that
my childhood was awesome)
Kalau anak sekarang?
Baru SD aja uda pegang gadget ini itu,
minimal hape. Bahkan sepupuku sendiri yang masih umur 3 sama 5 tahun, uda expert banget kalo uda ngegame di laptop.
Game board?, cih..kastanya udah hina
banget sekarang, nggak ada yang kenal.
Generasi Z yang menjadi proto-type
yang mengerikan huh?
Kecenderungan yang terbentuk karena bias
kecanggihan teknologi ini memiliki banyak sisi ‘tidak ramah’ untuk anak-anak dan
remaja, antara lain adalah kesehatan fisik (seperti obesitas yang uda kusebutin
sebelumnya), tingkat produktivitas yang rendah, serta yang nggak kalah serem
adalah pada psikologis anak termasuk kemampuan mereka dalam berintaksi dan
bersosialisasi dengan alam sekitar maupun dengan orang lain. Kecenderungan ini
pad tahap lanjutan mengakibatkan generasi Z menjadi generasi yang mengarah pada
tipikal individualis dan apatis terhadap lingkungan, khususnya alam sekitar.
Yah..walopun itu berupa extreme forecast,
belum sampai pada proyeksi yang
dikuatkan dengan angka, tapi tetap saja..dampak itu secara nyata ada.
Fenomena inilah yang menjadi salah satu
dasar munculnya inisiatif kota layak anak dan remaja yang mulai bermunculan
sekitar tahun 1996 silam sebagai suatu bentuk inisiatif pengembangan kota yang
lebih baik. Well, untuk lebih
jelasnya mengenai inisiatif ini, bakal aku jelasin pada post selanjutnya, so..see u
Referensi:
Karen Malone, Environmental education
research, “The bubble-wrap generation: growing up in walled gardens”.
University of Wollongong, Australia. 2007
Komentar
Posting Komentar
Find de lesson already?
I hope so.
thanks for the comment anyway :D