Aksi dan Reaksi
Akhir2
ini sejak kelulusan gue dan melesetnya target jangka pendek gue untuk bekerja
di bulan Juni, gue merasa bahwa situasi gue sedang sampai pada titik terendah
dalam siklus hidup gue. I need to work at
a place where a deadline is a routine. I have to earn money for myself, I need
to (re)start searching for a job to calm down my mom
I dunno, I just can’t easily accept that the
whole thing runs differently.
Dalam
titik terendah ini, gue jadi sadar bahwa hidup nggak cukup dengan senantiasa
berbuat baik dan berharap hal baik juga akan terjadi pada diri kita.
Ngasih kursi
kita buat nenek2 renta di bus atau nyumbang mie instan sekardus buat korban
bencana alam does make us feel better,
but it doesn’t work the same with our situation, it can’t fix anything wrong in
our life.
Iya, hidup
bukan sekedar tentang aksi.
Tapi hidup
juga adalah tentang reaksi.
We act nice, we’re doing fine, we always try to
keep it that way. But no, not with the reaction, we have nothing to do with
that.
Setelah
belajar mengenai beraksi dengan baik dalam hidup, sudah saatnya beranjak ke
level selanjutnya, yaitu bereaksi.
Ada satu
pepatah mengatakan: ”when life brings us
a lemon, well…just simply make a lemonade”
Ya, ini
adalah tentang cara kita menghadapi suatu masalah di depan kita. Tentang
bagaimana harusnya kita bersikap dan melihat.
Ada satu
titik dimana semua yang terjadi akhir2 ini pada diri gue membuat gue jengah
luar biasa, seolah gue pengen protes ‘haruskah
ini jadi lebih buruk lagi?’ tapi setelah berdiri cukup lama di bus
transjogja, melihat banyak muka dengan berbagai ekspresi, gue sadar bahwa
setiap wajah itu pasti juga pernah mendapatkan rasa jengah yang sama, dan
ya..mereka tetap berada disana, itu artinya..mereka berhasil mengatasinya. Mereka
bereaksi terhadap keadaan yang mereka alami dan mereka survive.
Jadi, gue
memutuskan bahwa gue harus move on
dari rasa manja gue dan sudah saatnya membuat limun dari lemon yang diberikan
hidup untuk gue.
Lemon
pertama, target kerja yang meleset. Mungkin Tuhan sedang menyiapkan satu
profesi besar yang layak untuk seorang ayatun nurjanah, selain itu..dari
gagalnya wawancara yang terakhir, nggak kupungkiri juga gue belajar banyak hal.
I am capable to get that job, but I chose
it this way, to be fail. Gagal karena sebuah pilihan harusnya menyadarkanku
bahwa, ya..tempatku bukan disana.
Lemon kedua,
kerja romusha di PSPPR. Mungkin Tuhan ingin membuatku terbiasa dengan dunia
kerja sebelum menempatkanku di dunia kerja yang sebenarnya sehingga aku nggak
akan terlalu kaget nanti saat kerjaan itu sudah di depan mata. Baiklah..jujur
ga semua rasa lemon kedua ini kecut, karena disini gue banyak bertemu orang
baru, cerita baru, koneksi baru..ini terasa sedikit manis.
Lemon
ketiga, hidup mandiri. Semua orang akan sampai pada fase ini, aku cuma dapet
kelas akselerasi anggap saja begitu.1-2 tahun lebih awal akan lebih baik dalam
membantuku untuk terbiasa.
Ya,
lemonade..gue harap dengan daya ingat pas2an model punya gue begini, gue akan
selalu ingat kalau di dalam lemonade yang berhasil gue ekstrak harus gue akuin
bahwa..kalo dirasakan lebih dalam dan terpisah dengan masalah lainnya, lemonade
ini bukan hanya memberikan rasa asam, tapi juga rasa baru yang mendewasakan.
Komentar
Posting Komentar
Find de lesson already?
I hope so.
thanks for the comment anyway :D