Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2013

Lembar Persembahan

Akhirnyaaaa... setelah jengah ngadepin draft, sampai juga pada prosesi nulis lembar persembahan. Dari beberapa referensi punya kakak kelas yang kubaca, terdapat beberapa jenis lembar persembahan mulai dari yang niatnya dibikin dramatis -tapi aku nganggepnya miskin banget karena isinya sebaris dua baris doang- hingga ada juga yang alaynya nggak tertolong lagi dan berhubung image ku di kelas dan di dunia sudah teroda oleh frame yang di buat makhluk2 dalam hidupku, ditambah lagi aku teringat bahwa banyak sekali oknum yang kujanjikan masuk di lembar persembahan ini  -ya, aku hina, gausah diperjelas- rasanya nggak mungkin aku pake gaya yang sok2an dramatis. yasudahlah... well , berhubung aku yakin ga semua bisa melihat persembahan yang bakal ngendon di perpus ini, maka dengan baik hati ku share disini. Ini dia bentuk persembahan versi hina tulus dariku:   Aya, Atun, Ayatun, Je, maupun Nur –dengan panggilan manapun kalian mengenalku- want to thank to Allah SWT, sumber dari seg

Tol? Conflict of Interest?

TOL…Yeah, idup sebagai seorang urban planner membuat kata TOL bukan lagi kata yang asing di telinga maupun di kepala. Damn word actually ! Entah kenapa, tapi setiap mendengar kata TOL, satu hal yang terlintas di kepala bukanlah sesuatu yang begitu menjanjikan. It just feels like …mennn, itu tol!!! well...dari paragraf pertama, udah keliatan banget ya kalo aku nggak netral sama kata itu. Hehe,…FYI, seorang planner selalu diajarkan untuk memenuhi kode etik entah itu kode etik dalam mengemban tanggung jawab sebagai seorang perencana maupun kode etik dalam rencana yang dibuat. Dan..TOL merupakan sesuatu yang, ehmmm... kalo nyari padanannya, tol buat urban planner mungkin lah bisa disamain dengan ahli nuklir yang harus bikin bom atom lalu, why? why? aku repot2 ngobrolin tol? Beberapa waktu yang lalu, -udah lumayan lama sih sebenernya, tapi aku lupa detail waktunya kapan- seorang teman dari fakultas hukum meminta tolong padaku untuk membuatkannya skenario proyek zoning jal

Ngawul, My Lifestyle

Ada satu kalimat bijak yang selalu kuingat dan kupercaya sampe detik ini, Ajining diri gumantung ing lathi, ajining raga gumantung ing busono Secara sederhana, kalimat bijak ini memiliki pengertian bahwa penilaian orang lain terhadap kepribadian kita tergantung pada apa yang ada di dalam hati kita. Sedangkan untuk menilai keberadaan kita orang akan melihat dari apa yang kita kenakan. Simple rule, isn’t it? Namun, ketika melihat pada poin kedua dimana dikatakan bahwa penilaian orang pada keberadaan kita tergantung pada apa yang kita kenakan, kata-kata bijak ini serasa tidak cukup bijak. Hahah, tapi bagiku, ini malah sangat rasional. Kita angkat satu contoh sederhana, Disaat kita melamar pekerjaan, kita akan tampil dengan busana yang sebaik mungkin, celana, kemeja, sepatu, bahkan ikat pinggang…semua merupakan detil yang kita perhatikan. Pertanyaannya adalah, kenapa demikian? Jelas saja untuk memberikan kesan yang baik pada para pewawancara kerja. Nggak kebaya