Moving Out


Waw, my life sure as busy as I tried to imply
It is already a month and all I can post on this blog is one single abstract writing about something so random in life.
Pardon me since you have no choice but to keep up with my absurdness (is absurdness even a word? lol)
Okay, let’s fill this blank space with another life experience which successfully drained all my energies for the last couple of weeks. Oh well, pulling our sights back to the title of the entry there you can find a piece of life experience I’ve mentioned earlier.

A huge survival attempt to maintain our existence
I choose this phrase to represent my situation after my messy move-out to Jakarta a month ago.
Who said that survival attempt is only required in pre-historic era when earth is mostly covered by jungle -and water, of course-  and cavemen are still alive?
In this era, where we are living in the jungle of skyscrapers and have to share the same air with thousands or even billions other human being –which is tougher than it sounds- survival ability is one hella crusial skill that is needed more than ever.

Nggak akan pernah ada yang bilang bahwa pindah adalah sesuatu yang mudah. Terutama pindah dari tempat yang sudah membuat lu nyaman, aman dan sudah bisa lu sebut sebagai ‘rumah’ ke tempat yang bener-bener baru dan kalau gue boleh menambahkan, asing.
Kata siapa teori Darwin soal nature selection dan kepunahan sudah ga relevan dengan jaman yang sudah dipenuhi oleh modernitas ini? Buktinya..gue hampir punah ketika berusaha bertahan di tengah segala perubahan ekstrim di tempat baru hahaha. Dan asal lu tau aja, kata punah disini bukan cuma metafora, melainkan makna literal (gue jelaskan nanti)
Banyak hal yang berubah, banyak hal yang harus dipelajari, dan bagian paling berat adalah...gue harus menghadapi segalanya sendiri. Tolong kata ‘sendiri’ dibaca sedramatis mungkin, okay (coba mata ditetesin insto, biar meyakinkan) *trus dikemplang sama temen2 yang tiap hari wassap buat mastiin kalo gue masih idup *lol
Mulai dari nangis di kosan hanya gegara melihat harga sapu nggak lazim -80 rebu- di Giant, depresi di pinggir jalan karena butuh waktu 20 menit cuma buat nyebrang perempatan gegara orang Jakarta nggak demen sama konsep lampu merah-kuning-ijo, sampe ke dimarahin temen kos karena bego pas memakai mesin cuci bersama. Hahaha, dengan level intelegensia yang gue miliki, tentu kalian bisa ngebayangin bagaimana hal2 sepele kayak gini bisa bertransformasi jadi a great deal for me :D

Why do I choose to move?
Kalo memang banyak hal pahit yang harus dihadapi, kenapa gue tetep mutusin buat pindah? Temen CoC gue beberapa minggu lalu ngechat gue karena gue udah lama nggak online. Dia takut gue mati kali hahaha, then we’re involved in this kinda strange convo;

Him      : “Why?

Me        : “Because I have to.”

Him      : “But you said before that u have to leave your friends and your beloved city? Why? What for?”

Me        : “For whatever it is I pursue.”

Him      : “And what it is, what are you pursuing?"

Me        : “ You wouldn’t understand.”

Him      : “Try me.”

Me       : “You know, we all have our own priorities in life. Money, career, self actualization, or whatever. To strive those priorities, sometimes we have to sacrifice something else. That is how our world works. You give up one thing to reach other thing.”

Him      : “What is your priority?”

Me        : “Happiness.”

Him      : “Wow. So u weren’t happy before?”

Me        : “I am a greedy person. My own happiness is not enough.”

Him      : “What does it mean?”

Me        : “I’ve explained clear enough :p”

Him      : “Meh. Such a shady explanation. I don’t know what to say.”

Me        : “lol, just play your damn coc.”

Sebulan pindah, apa kabar?
Hahaha, thank God I am alive, and am sane enough to live my life.
Sekarang gue udah expert dalam hal sebrang menyebrang. Gue udah dapet sapu dan berahabat dengan pasar tradisional (thanks to semua orang yang ngegoblok2in gue karena niat beli sapu di Giant lol). Gue bahkan uda pinter mengoperasikan mesin cuci kosan yang rada spesial :D
The thing is, emang pindahan kelihatan mengerikan banget at first. Strange, cold, lonely, bahkan gue sempat down tiap liat gedung tinggi *ceilah dramanya kumat
Tapi miraculously, berbagai hal baik pun pada akhirnya akan bermunculan asal kita tetep percaya dan nggak berburuk sangka.
Dulu di Jogja, gue nggak bisa hidup kalo ga ada temen2 gue to keep me away from trouble and stupid things. Well, siapa yang ngira..gue sudah pergi ratusan mil pun, mereka ternyata masi ada disana, di sebrang wassap dan ready buat nerima keluh kesah gue dan bantu mutusin kalo ‘230 rebu adalah harga yang wajar buat sebuah kipas angin’ lol.
Bahkan hal yang lebih baik lagi,
Di sini, gue mulai nemu temen baru, saudara baru, ilmu baru, kesempatan baru, berbagai hal yang tadinya nggak bakal gue dapet kalo gue mutusin buat stay di ‘keadaan’ gue yang lama. Kapan lagi kan gue bisa papasan sama pak menteri trus dengan begonya  cuek2 aja soalnya gatau kalo itu menteri? :D

Okay that’s it
Niatnya sih ini semacam teaser buat cerita2 gue selanjutnya nyangkut soal Jakarta, kerjaan baru, maupun culture shock pasca pindahan.
Moga niatan ga cuma sebatas terhenti di niatan yak dan gue bisa lebih rutin lagi ngepost :D
Bye bye

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jakartan, Mall, and Things in between

Home