The Funeral



You know what,
My lovely granny just passed away two weeks ago
Yep, setelah 1 tahun lebih simbah sakit, almarhum berpulang ke Rahmatullah.
Tanggal 7 mei, simbahku meninggal
Tanggal 7 mei, tepat di hari ujian pendadaranku, beliau meninggal
Kebetulan? Tidak. Keluargaku bilang, simbah memang nungguin cucu yang paling almarhum sayang lulus menjadi seorang sarjana teknik, ya, ‘menjadi insinyur’ seperti janjiku pada almarhum, 1 tahun lalu.
Saat mendengar kabar itu, Aku nggak terlalu ingat apa yang kupikirkan atau kurasakan, karena kehilangan seseorang yang berharga bukanlah sesuatu yang sering terjadi seperti layaknya rutinitas jadwal makan yang nggak mungkin kulupakan. Apalagi kehilangan orang yang penting, sekalipun aku belum pernah.
Yang paling kuingat hanyalah, akhirnya aku berujung disana,
Seperti seorang manusia bodoh, cuma terdiam. Terbengong-bengong tepatnya
Seperti seorang idiot, aku hanya berdiri disana, menatap gundukan tanah dan membayangkan bahwa simbahku terbaring dan tertimbun, di bawah kakiku.
Di sana, di tanah kuburan tempat simbahku dimakamkan.
Kuburan/pesarehan/kramatan/graveyard atau apapun itu kalian biasa menyebutnya adalah tempat yang belum pernah kukunjungi seumur hidupku karena aku memang tidak punya alasan untuk pergi kesana. Dan saat itu, saat pertama kalinya aku berada disana, rasanya seperti, seperti semua keyakinan yang kupegang selama ini merayap pergi menjauhiku,
Keyakinan yang kumaksud disini adalah kumpulan dari berbagai hal penting yang membuatku tetep bertahan dan menjadi alasan kuat kenapa aku berjuang.
Saat simbahku sakit, aku pernah berjanji pada almarhum untuk segera lulus, kerja, mengumpulkan uang banyak agar bisa membuat simbah kembali sehat seperti semula. Sejak simbah sakit, aku mati-matian mengejar kelulusanku, sebagian besar waktuku habis kugunakan untuk mengerjakan tugas akhir. bukannya lebay, tapi sumpah aku ngerasa paling banyak menghabiskan hidupku di depan laptop, mengejar semua deadline yang kutetapkan sendiri, mencoba melamar kerja disana-sini, ikut les tambahan, belajar cari uang dengan ngeles privat, dan pada akhirnya gila,..gila yang kutanggung sendiri.
Tapi yang nyesek di dada adalah,.. baru nyampe setengah jalan, baru dapet gelar sarjana –yang sesungguhnya nggak ada pantes2nya buat dibanggain-, simbah sudah tiada. Bukannya nggak bersyukur atau apa, hanya saja dengan peristiwa kehilangan ini, seolah semua yang kukejar adalah sesuatu yang keliru, dan terus membuatku bertanya ‘lalu apa yang harusnya kukejar?’
Dulu, setiap ada yang bertanya ‘cita-cita kamu apa?’ atau ‘kamu nanti pengen jadi apa?’ atau ‘kamu punya mimpi apa buat masa depan?’ aku selalu mengalami kesulitan untuk menjawab, karena setahuku aku memang tidak pernah punya keinginan spesifik seperti orang lain untuk jadi dokter, atau perawat, atau pilot, atau pengacara atau apapun profesi yang umum diidolakan oleh kebanyakan orang.
Keinginan yang selalu melintas di kepalaku tiap malam adalah keinginan yang entah bisa dibilang konyol atau sederhana. Aku ingin agar tidak ada orang rumah yang menderita sakit, tidak ada orang rumah yang mengalami kesulitan berkepanjangan, tidak ada orang rumah yang bekerja terlalu keras, tidak ada rumah yang tidak akur dan sering bertengkar, tidak ada orang rumah yang punya masa depan yang suram. Coba ngebayangin adikku jadi pengangguran aja misalnya..itu mimpi buruk banget dan ketakutan yang sangat besar, melampaui ketakutan akan suramnya masa depanku sendiri. Begitu pula dengan melihat simbahku yang cuma bisa terbaring di kasur selama berbulan-bulan tanpa bisa bicara ataupun melakukan apa-apa, ditambah lagi harus melihat bapak dan ibu yang capek lahir batin mencari jalan kesembuhan.
Aku mati-matian mencoba memenuhi keinginanku dengan menapaki tahap-tahap dalam rencana besar yang telah kutetapkan. Namun disaat aku sudah mencapai satu-dua tahap, apa yang terjadi? tujuan akhir itu malah meninggalkanku seperti ini. Membuat semua rencana yang kubuat hanya bisa kupandangi dengan tatapan kosong dengan kebingungan yang dalam.
Sejak simbahku meninggal, aku sering terdiam dan merenungi semua yang telah dan sedang kulakukan. Kadang aku bertanya pada diri sendiri ‘bener nggak sih ini yang bener2 harus aku lakuin?’ apakah benar dengan jadi sarjana tepat waktu,mendapat pekerjaan, gaji oke, bisa melakukan ini itu semua yang kumau adalah kuncinya?
Karena itu lah kenapa aku bilang keyakinan yang selama ini kupegang erat perlahan merayap pergi menjauh dariku. Saat kematian datang, tempatku berpegangan menjadi kabur dan menghilang. Yang tersisa hanya lah pertanyaan mengenai apa yang salah. Aku hilang arah.
Selama berhari-hari, aku hanya diam, tidak lagi mengejar mimpi itu, terlalu enggan untuk membangun apa yang telah hancur karena setiap kali kucoba memulai, ketakutan akan ‘rasa keliru’ bisa saja muncul kembali,
Well..kurasa aku tau sekarang apa itu arti kata berduka dan juga kata kehilangan
I have been there
Semoga Tuhan menunjukkan jalan dan memberiku penjelasan mengenai semua yang harus kulakukan,..
semoga saja.
Dan semoga, meskipun aku gagal dengan tujuanku, Allah senantiasa memberi tempat yang baik untuk simbahku tercinta
Semoga, segala kebaikan yang simbahku miliki, dapat menggantikan usahaku untuk membahagiakan beliau.
Semoga, dengan kesadaran yang saat ini kumiliki, dengan duka yang memberikan pelajaran seperti ini, aku dapat lebih mengerti bagaimana cara membahagiakan beliau dengan lebih sejati,
Amin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home