Ilmu Taraf Dewa



Ah senangnya bisa ngepost rada rutin lagi…
Meskipun posting di jam 1 dini hari begini, meski di page yg di minimize kerjaan masih numpuk, meski badan sudah pegel, tapi Alhamdulillah nyawa gw masih utuh.
Haha..masalahnya hari ini gw gatel banget mau cerita soal kerjaan

Kapan itu di post sebelumnya, gw pernah cerita bahwa dengan kerja disini, gw pengen menguji keimanan gw terhadap aliran pesimistik yang selama ini gw yakini. Iya, aliran paling logis dimana gw percaya bahwa ilmu PWK terlalu mulia dan belum bisa diterima di Indonesia, khususnya di kalangan birokrat kita.
Nah..di hari kamis, gw mendapatkan kesempatan itu. Gw ikut rapat koordinasi bareng para tetua pusat studi which is kebanyakan adalah ahli di bidangnya untuk ngebahas hasil pengumpulan fakta dan analisa dari wilayah yang akan kami rencanakan.
Dalam jadwal yang gw dapat, acara dimulai pukul 16.00 sampai 22.00 di salah satu hotel yang ada di jakal –ini ngapain aja rapat nyampe 6 jam-. Disana, selain tim proyek, leader gw mendatangkan semua ahli yang dimiliki ahli pusat studi dan para senior yang pernah megang proyek di wilayah terkait.
Dari daftar tamu yang hadir..kulihat bahwa nama2 tersohor di kalangan planner turut diundang, mulai dari ahli perencana ekonomi, ahli infrastruktur, ahli kebencanaan, serta ahli segala ahli yang menjadi namanya sudah melegenda di seluruh Indonesia.
Rapat pun dimulai…pertama, tim kami mempresentasikan apa yang kami dapat selama ini, lalu para tetua akan mengkritisi dan merekomendasikan kesimpulan untuk hasil yang kami buat.
Proyek ini pada dasarnya merupakan penyusunan rencana percepatan ekonomi. Kalau mau tahu contohnya, bisa lah digambarkan dengan Jakarta sebagai jantung ekonomi di Jawa Barat. Nah..dalam proyek kami ini, kami semacam akan membuat 3 jakarta untuk jadi jantung perekonomian di provinsi ini. Oleh karena itu, tim kami dibagi menjadi 3 dan gw masuk ke tim yang keempat –loh?- haha..disini posisi gw sedikit berbeda karena di tim ini, gw bertindak sebagai  analist makro yang akan menunjukkan kuatnya pengaruh dari 3 titik ini pada seluruh kabupaten yang ada di dalam provinsi yang kami rencanakan. Dan yang kedua, gw juga bertanggung jawab untuk menjadi editor yang bertugas untuk mengorganisir data dan hasil analisa.

Oke balik lagi ke rapat.
Rapat sesi pertama dimulai dengan presentasi dari tim pertama, tim yang punya spesialisasi pengembangan pada kawasan pesisir. Ceritanya..dari apa yang diminta pemda di provinsi ini, kami diminta untuk mencari jalan agar keinginan mereka untuk membangun pelabuhan kelas internasional pada lokasi ini dapat terealisasi.
Dari detik ini lah, gw melihat banyak diskusi panjang yang kalau dibilang, sumpah sekelas pertimbangan dewa-dewa. Untuk merencanakan sebuah kawasan pesisir, seorang planner harus menyulap dirinya menjadi ahli transportasi, ahli infrastruktur dan ahli2 lainnya. Kami dituntut untuk mengerti standar pelabuhan, isu transportasi laut, konstruksi pelabuhan, bahkan kapasitas kapal dan dermaga dalam satuan angka. Itulah yang gw lihat dari para ahli yang ada di depan gw. Gw berasa sesak nafas aja tiap mendengar istilah perekonomian yang belum terdefinisi sama kepala gw yang terbatas.
Lalu, tahu apa yang membuatku bilang bahwa PWK adalah ilmu level dewa? Dari diskusi panjang berjam2 yang melelahkan, akhinya diputuskan bahwa di wilayah ini belum dapat dibangun pelabuhan kelas internasional. Kalaupun dipaksa untuk dibangun, maka kegagalannya bisa lah kami sebutkan dalam nominal rupiah.
Untuk mendapatkan satu kesimpulan itu, kalian tau proses apa yang telah kami lewati? Untuk menganalisis kemungkinan pendirian pelabuhan, tim ini telah menyusun fakta dan analisis setebal 1 rim. Iya, 500 halaman! Hanya untuk sampai pada kesimpulan bahwa “wilayah ini tidak kompeten” tim ini sudah jungkir balik begadang dan sakit kepala selama bermiggu2.
                Di tangan kami, nasib sebuah wilayah ditentukan. Ada atau tidak adanya bandara, pelabuhan, rumah sakit, terminal..semua kami yang tentukan –idealnya sih begitu-
Sungguh ilmu level dewa. Ilmu yang apabila ditaruh pada posisinya dapat membuat nasib ribuan orang menjadi berbeda. Itulah ilmu perencanaan wilayah dan kota.

Gw belum nemu kesimpulan apakah keyakinan pesimistik gw akan goyah atau tidak karena proyek ini belum sampai pada titik akhirnya.
Namun, yang gw temukan malah sebuah ketakutan yang bertambah besar seiring dengan kesadaran bahwa ilmu ini bukanlah ilmu level manusia.

Jika perencana benar2 ditempatkan pada posisi yang seharusnya, maka kami harus menjadi lebih dari sekedar manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home