Pilihan

Tidak semua orang diberi pilihan ganda dalam hidupnya
Tidak semua orang bisa memilih untuk menjalani A, atau B atau C pilihan masa depan sesuai dengan kehendaknya.

Beberapa orang hanya diberi satu pilihan,
dan beberapa lainnya...hanya diberi pertanyaan, tanpa jawaban.

Setelah 10 hari survei di Kota Tarakan, Kalimantan Utara
Setelah mengelilingi kota, dari embung..tempat pembuangan akhir, tempat pemanenan minyak, gedung perkantoran hingga perempatan jalan raya
pilihan dan jawaban itu berserakan di kepala
Jawaban berupa jalur hidup yang entah sengaja dipilih atau memang terpaksa diambil
Pilihan yang kadang mengganggu dan kadang menggusarkanku

Jawaban itu tersingkap ketika menunggu lampu merah menyala,
Jawaban yang muncul ketika segerombol anak2 datang menghampiriku dan menawarkan koran seharga 3 ribu
kulit mereka hitam, mungkin karena terlalu sering terbakar panasnya terik Kalimantan yang luar biasa
mereka bukan mengemis, mereka tidak menengadahkan tangan memohon belas kasihan
tidak ada pengemis di Kota Tarakan
kata bapak angkot, mengemis terlalu memalukan untuk di lakukan

aku bertanya dalam hati,
bagaimana bisa mereka menjalani hidup seperti ini?
bagaimana bisa ketika mereka masih berumur 9-10 tahun, mereka menjajakkan koran di jalanan di panas yang segila ini?
aku melirik jam tanganku
baru jam 9 pagi.
anak sekolahan tidak berkeliaran di jalan pada pukul 9 pagi
itu artinya, sekolah bukanlah sebentuk pilihan yang ditawarkan kepada mereka.
menjual koran adalah satu-satu jawaban yang mereka temukan, -atau yang orang tua mereka tentukan-

Seperti yang kubilang, jawaban ini menggusarkanku.
tapi siapa aku berani bilang gusar namun tak bisa melakukan apa-apa?

Aku hanya bisa meneruskan perjalananku lagi, menyimpan kegusaran itu sendiri
seolah tidak terjadi apa-apa.

dan pada akhirnya kutemui frame hidup lainnya, frame berbeda..

duduk di kursi-kursi tunggu di tiap kantor pemerintahan,
melihat para PNS lalu lalang.
datang jam delapan, istirahat jam dua belas dan baru kembali duduk di kursi mereka 2 jam setelahnya.
lalu pulang jam 4, tepat jam 4. begitu terus, dari hari senin hingga kamis.
Sedangkan jumat? well...disini weekend dimulai lebih awal, jumat jam 12.

membuat janji, memberi tenggat waktu namun pada akhirnya...batasan itu hanya berakhir pada sanggahan dan berbagai alasan
lalu berujung pada janji-janji kabur lainnya.

mereka memiliki kesempatan untuk memilih, dan mereka memilih untuk hidup tenang dan duduk manis di bangku berhiaskan monitor
dengan laman facebook atau game solitaire sebagai main sitenya
pilihan mereka sebenarnya sangat strategis untuk membantu orang-orang yang tidak punya pilihan agar setidaknya memiliki harapan
bahwa kedepannya akan ada pilihan, akan ada perbedaan

namun sayang, beberapa dari mereka berhenti karena menganggap bahwa putaran jam 8 - 12-2 - 4 adalah titik akhir kemapanan mereka
bukannya titik awal harapan bagi yang lainnya.

ada kalanya aku bertanya2
saat mereka terhenti di lampu lalu lintas dan dihampiri anak2 penjual koran tadi
apakah mereka sempat berpikir bahwa bisa saja mereka mengubah jalan hidup anak2 malang itu?
tidak kah mereka merasa sedikit iba dan merasa bertanggung jawab pada kota yang menghidupi mereka dengan segala kecukupan dan kenyamanan?

dan akhirnya, aku tidak menemukan jawabannya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home