Duka


Picture taken from here

Hari ini gue baru saja mengalami hari yang sangat sangat sangat buruk. Kalau butuh perbandingan, gue akan merujuk pada rasa sakit yang Sansa Stark alami setelah prahara red wedding, atau ketika Tyrion Lannister nemu orang yang dicintainya lagi ngewe sama bapaknya sendiri. Lihat kesamaannya? keduamya sama2 menimbulkan rasa sakit yang keterlaluan sampai2 memancing amarah dan insting buat bikin onar.
Ironisnya, setelah kena pukulan yang sekeras ini, gue baru paham mengenai satu hal. Setelah kena lempar batu segede wrecking ball yang ditunggangi si Miley Cyrus dan jatuh ke sumur yang dalemnya 11 meter, gue baru tahu kalau ternyata indomie itu nggak baik buat kesehatan.

Oke balik lagi ke masalah gue tadi. Berhubung gue adalah orang yang cengeng dan nggak bisa nyimpen rasa sedih untuk diri sendiri, setelah tertimpa musibah itu yang ada di pikiran gue seketika adalah bercerita sambil nangis2 ke temen gue. And yes I did it, gue cerita dan gue nangis. Mari mengibaratkan musibah yang gue alami ini dengan satu kasus sederhana agar gue lebih mudah menguraikan proses gue merangkai temuan gue ini dan akhirnya mutusin buat curhat dengan gaya setengah ngamuk di blog ini.

Kita gunain saja premis cerita bawang merah bawang putih FTV yang ada di layar kaca kita selama ini. Gue di sini berperan sebagai bawang putih yang ceritanya lagi megang aquarium berisi ikan buat hadiah ke temen gue dan bawang merah di sisi yang berlawanan sedang megang brand new Iphone 6. Kami tabrakan, entah sengaja atau enggak. Dan berhubung gue adalah bawang putih maka entah.se-idiot.apapun.nalar.yang.dipake.bapak.sutradara pokoknya tetiba gue yang disalahin. Sudah merasakan kesedihan karena ikan gue mati, gue juga masih diharusin banget untuk pusing ngeganti Iphone 6 si bawah merah yang of course nggak kebeli sama orang level gue.
clear ya ceritanya…oke lanjut ke kejadian selanjutnya.
Gue yang notabene adalah bawah putih yang bisanya cuma nangis dan ngadu ke ibu peri akhirnya segera berlari mencari ibu peri ini untuk berbagi ‘duka lara’.  Saat gue ngadu sambil nangis2 –gue nulis blog ini masih sambil banjir air mata FYI, literally- ibu peri gue ini yang tadinya bijaksana akhirnya terpengaruh juga dan dia mulai meneteskan air mata. Semakin lama semakin hanyut dalam kesedihan, lambat laun muncullah sepercik kemarahan di hati ibu peri. Lalu dari yang tadinya hanya sepercik, kemarahan ini semakin membesar dan menyala karena tersulut oleh air mata bawah putih yang tak kunjung berhenti. Lalu pada akhirnya, kemarahan ini berevolusi dengan kecepatan cahaya menjadi sebuah kebencian yang mana cerita ini menjadi sangat tidak edukatif mengingat seorang tokoh baik seperti ibu peri tidak seharusnya memendam amarah dan kebencian ataupun insting buat ngegenjet tokoh jahatnya pake traktor sewaan.
Saat melihat ibu peri gue bisa semarah itu, *coba bayangin visual alay macam dia diselubungi api sebagai efek dramatisnya* gue seketika nggak mengenali ibu peri gue yang selama ini baik hati. Cukup dengan ucapan gue dan beberapa tetes air mata, gue bisa mengubah seseorang menjadi bukan dirinya.
Lalu gue baru ingat pelajaran agama pas SMP, dimana dulu diajarkan bahwa ‘Hanya kepada Tuhan lah kita boleh mengadu dan berkeluh kesah, bukan kepada yang lainnya.” Kenapa begitu?
karena teman kita juga hanyalah manusia. Manusia yang sama2 punya emosi yang nggak bisa terus-terusan terkendali. Sederhananya, di saat elu terbakar dan elu ‘nyentuh’ temen lu, dia juga bisa saja tersulut api.

Gue memang lagi sedih, banget malah. Tapi ketika melihat bagaimana temen gue juga akhirnya malah ikutan menjadi sesedih gue atau bahkan menjadi marah dan membenci, jujur gue mulai ketakutan. Bagaimana bisa gue mengaku sebagai teman kalo yang bisa gue lakukan cuma menyeret temen gue untuk ikut hanyut ketika gue tenggelam?
Dari sini gue belajar bahwa berbagi kenegatifan itu nggak ada sisi baiknya sama sekali. Semarah apapun lo atau sesakit apapun luka yang lo rasain, berbagi kepada teman dengan harapan mengurangi ‘duka’ adalah sebuah kesalahan. Ngapain berbagi duka kalo toh sebenarnya setiap orang sudah memiliki duka sendiri2. Setiap orang menghadapi cobaannya dan belajar dari duka yang diberikan padanya. Nggak usah lah kita nambah2in duka teman kita apalagi kan tiap orang punya batasan sendiri2 untuk duka yang bisa mereka handle. Ya kalau dia bisa mengandle taraf duka yang biasa kita hadapi, kalau enggak? kalau ternyata taraf duka yang biasa dia hadapi nggak setinggi duka kita? bisa gila dia. *lalu sedih karena udah ngebikin temen sedih* *lalu nangis lagi*


gue butiran debu






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home