Holy Crap, I Love it!



Setelah melihat kalender, gue baru menyadari bahwa sudah 2 tahun gue hidup di bawah naungan PSPPR UGM. Dari dulu yang istilahnya cuma kegiatan magang sampai sekarang status gue yang jadi so-called pegawai kontrak dalam tanda kutip. Dari yang dulu udah kayak mau mati padahal cuma ngehandle satu proyek sampai yang sekarang proyek yang dikerjain sudah meningkat jadi berbiji-biji meskipun level mau matinya masih tetep bertahan.
Draf ini sudah lama ada dalam note handphone gue. Gue inget, tulisan ini dulu gue bikin ketika lagi nongkrong di POM bensin jam 10 malem kalo nggak salah. Saat itu gue baru saja selesai membantu persiapan partner yang pada mau berangkat survei ke Sumatera. Saat menunggu teman lagi mengisi bensin, gue cuma melamun hingga tiba-tiba teringat ucapan salah satu temen gue yang kerja di tempat lain. Dia bilang:
“Ternyata kerja 8 jam aja rasanya lamaaaaa banget ya, tun.”
Dan gue jadi kepikiran dengan kerjaan gue sendiri. Semua orang tahu bahwa basis kerja di konsultan nggak akan jauh-jauh dari istilah deadline sehingga kerja over-time pun sudah terdengar sangat familier. Nggak jarang gue pulang malem atau bahkan kalau terdesak gue membawa kerjaan gue pulang seperti misalnya detik-detik pelaporan progress, presentasi, ataupun persiapan survei. Anehnya setelah gue timbang-timbang lagi, gue nggak merasa keberatan dengan beban kerja dan lamanya waktu yang gue habiskan untuk menyelesaikan tugas gue. Mau pulang abis magrib, atau abis isya, atau bahkan membawa berkas bertumpuk-tumpuk balik ke rumah, gue merasa biasa aja.
Di kantor, gue termasuk golongan pegawai yang boleh masuk jam berapapun pokoknya seenak jidat gue. Pas pulang juga nggak ada yang bisa melarang, mau pulang sore kek, malem, nginep. Semua terserah gue asal kerjaan gue beres kalo udah sampe pada deadline yang ditentukan. Sounds so tricky ya? hahaha
Tapi memang kalau dikaitkan dengan kerjaan gue, pada kondisi riilnya gue selalu masuk jam 9 setiap paginya. Lalu sebisa mungkin gue juga pulang jam 4 sore seperti pekerja kebanyakan. Tapi padanya kenyataannya nggak jarang gue dan temen-temen gue balik sampai malem.
Sekali lagi, anehnya gue nggak merasa jam kerja gue ini lama seperti halnya temen gue yang ngerasa tersiksanya udah kayak orang disuruh nonton live report lahirannya anang-ashanti. Setelah gue pikir-pikir lagi, gue spontan ngumpat dan seketika pengen masak indomie.

Damn it I love my job!
Gue nggak sadar ternyata gue terlanjur mencintai kerjaan gue yang konsisten berusaha ngebuat gue berasa mau mati –itulah kenapa gue sering makan indomie buat menenangkan diri, eh nggak nyambung ya? pfttttt let it be, let it be-
I mean, gue tentu inget momen-momen dimana gue beneran harus minum paramex pas ngejar deadline gegara kapasitas otak gue yang terbatas. Tapi gue juga ga bisa lupa gimana puasnya bisa nyelesain kerjaan gue, betapa edan sensasi mempertahankan kerjaan di depan staff ahli, hingga akhirnya menjabat tangan klien dan melihat ekspresi penuh harap hingga penuh rasa terima kasih.

Holy crap I start to realize I love things which constantly try to drive me insane.

apparently love is a weird concept, huh?
lol

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home