Menjadi Joki



Jadi joki?
Eike?
Iye. Tau! emang rasanya nggak ada pantes-pantesnya manusia sebangsaku menjadi seorang joki, apalagi joki akademis semacam joki tes Toefl. Aku sendiri masih heran kenapa kok bisa aku dapet kesempatan untuk melakukan yang beginian wkwk
dan sebelum banyak yang menghujat kenapa kok keliatannya aku seneng2 aja jadi joki, ini dia ceritanyaa..
Beberapa waktu lalu, di saat hampir semua temanku kelimpungan ngejar dedlen pemenuhan syarat buat yudisium agar bisa wisuda agustus ini, ada satu teman yang nampaknya sangat tidak beruntung.
Temanku ini merupakan salah satu mahasiswa teknik dari universitas yang lebih baik nggak kusebutin namanya. Dia berencana buat yudisium pada periode agustus, sama sepertiku. Namun malangnya, karena kemampuan dia dalam Toefl sedikit lemah, -padahal di jurusannya ada syarat skor minimal Toefl-, maka terjadilah prahara itu…prahara dia terancam nggak bisa wisuda Agustus. Setelah nyoba tes berkali-kali supaya bisa nyampe skornya, eh teteppp aja hasil yang didapat kurang dari standar skor yang dibutuhin, yaitu 430. Yang ngenes adalah,…dari kurang lebih 3 kali ikut tes, skor dia nggak jelek-jelek amat, malahan berkisar pada angka 420an, makjleb banget nggak tuh, mana batas yudisium kala itu udah mepet banget, kalau nggak salah udah kurang dari 1 minggu.
Nah, akhirnya…Aku, sebagai manusia yang ceritanya disini merupakan makhluk beruntung dengan skor Toefl yang sedikit tidak lazim, akhirnya nggak tega juga. Selanjutnya, terciptalah kesepakatan itu, dari yang awalnya cuma berandaan aku mau jadi joki dia, eh akhirnya kejadian juga hahahah
Kesepakatannya adalah, aku bakal tes dengan nama dia, dan targetku sekitar 450an -beruntunglah aku merasa cukup percaya diri untuk dapet skor segitu- dan sebagai gantinya, dia bilang dia mau ngasih apa aja yang kuminta, waw! –kebayang kan parahnya-
Akhirnya, hari tesnya pun tiba. aku masuk ke ruangan itu, bermodal kwitansi pembayaran tes dan KTP atas nama temenku dan –tentu aja- dengan foto temenku, tanpa rasa malu setelah sok polos ngumpulin KTP di meja pengawas ujian seperti peserta ujian lainnya, aku duduk manis semanis2nya. Lalu, tesnya pun dimulai…dodolnya, aku baru inget bahwa tes Toelf terakhirku adalah bulan Maret, dan setelah itu aku nggak pernah yang namanya buka materi Toefl lagi, tidak sedikitpun, bahkan waktu luangku pas pagi hari sebelum tes pun kuabisin buat tidur -yeah, tidur, dont judge- dengan sedikit panik, kubuka soal Toefl kali itu, dan kabar baiknya … aku sadar kalau soal yang didepanku itu lumayan susah juga, ehm..sebenernya bukan lumayan, tapi itu.susah.
I mean..SUSAH!
Aku ngerjain dengan panik dan bener-bener meres otak dan menganggap bahwa tingkat kedaruratan itu tes sama dengan ujian SNMPTNku, antara iya, atau enggak sama sekali. -Yeah. Joki macam apa aku ini-
Tapi syukurlah,..akhirnya tes durjana itu kelar juga.
Saat akan keluar ruangan, sama seperti peserta lain –meski aku yakin nggak banyak yang jadi mules sepertiku- aku mengemasi barang-barangku hingga mendadak mas-mas pengawasnya joget Harlem Shake. Heh? Kagak..bukan itu *getok.kepala.pake.wajan* maksudnya adalah,…tetiba aja mas pengawasnya menyuruhku untuk tinggal di ruangan sementara yang lain boleh pulang. Aku pengen koprol, sumpah lah aku pengen koprol. Masalahnya,..dari yang kuamati ketika tes sedang berlangsung, mas-mas ini memang mengecek KTP yang para peserta kumpulkan satu persatu. Iye..satu2! aku mati? Ya, joki bego ini mati. Saat itu aku beneran mau pura-pura mati. Dan tau apa yang lebih nista? sebelum masuk ruangan tes, dengan begonya aku dan temenku itu sempat ketawa-ketawa sambil bercandaan seumpama aku ketahuan, kami ketawa-ketawa mennnn K dan ironisnya, kurasa aku beneran ketahuan. Pintar sekali, karma itu beneran ada.
Oke, kembali ke cerita
Setelah duduk dengan pose paling tidak lazim sedunia sambil setengah mati ngapalin nama panjang temenku itu, mas-mas pengawas tes datang menghampiri sambil menenteng-nenteng kertas absen dan juga KTP temenku. Aku, yang teringat bahwa aku punya skor Toefl nggak lazim dan mendadak mendapat pemahaman sesat dimana orang dengan skor Toefl kategori 'nggak lazim' pasti punya kecerdasan yang 'nggak lazim' juga, maka segera memutar otak. Menyadari bahwa temenku itu punya pipi cubby sedangkan mukaku tirus, maka ide brilian itu muncul. Dalam detik-detik slow motion masnya datang nyamperin, aku dengan penghayatan menggembungkan pipiku dan pura-pura garuk-garuk jidat supaya mukaku tersamarkan. Aku jenius, I know it!!!
Masnya kemudian meletakkan KTP di depanku, lalu…dengan alus dia bertanya “mbak tadi di absen belum ada, daftarnya mepet ya?”
Yep, dia nanya daftar absen, bukan muka cubby, bukan imigran gelap, bukan mukaku yang niatnya sok imut namun keliatan kayak orang mau bunuh diri dengan nahan napas, bukan juga nama panjang temenku yang uda kujejelin di otakku.
Aku cuma cengengesan dan bilang bahwa aku memang daftarnya telat banget. Lalu, masnya dengan senyuman ala Richard gere cuma ngangguk maklum dan meminta kwitansi pembayaranku. Setelah itu?
Udah gitu aja. Terus aku disuruh pulang.
Sesampainya di luar, pas ngeliat muka cengengesan temenku yang nungguin di dekat ruangan, rasanya aku pengen ngelepas pintu ruangan dari engselnya dan melemparnya ke arah dia, tapi rasa jengkel karena abis senam jantung itu langsung berubah pas dia nanya “gimana tesnya”
ampun deh, aku lupa. Apa kabar skornya????
Oke…ini dia masalahnya.
Dari dulu, aku sebenernya nggak pernah setuju dengan penggunaan skor Toefl untuk mengukur kemampuan berbahas aasing seseorang. Dosen bahasa Inggrisku pun berkata demikian, beliau berkata bahwa Toefl itu bukan indikator yang tepat. Dari situ makanya beliau mulai mengusahakan untuk mengubah sistem di UGM agar tahun-tahun selanjutnya tes Toefl digantikan dengan jenis tes yang lebih relevan.
Yeah, dosen bahasa Inggris yang kepintarannya tentu sudah tidak diragukan aja punya sejumlah alasan untuk tidak menjadikan skor Toefl sebagai patokan. Kalau dari aku sendiri sih, keberatan yang kuajukan dilandari karena melalui pengamatanku selama ini, kusadari betul bahwa skor Toefl itu nggak berbanding lurus dengan kepintaran seseorang, makanya aku bilang tadi bahwa menganggap orang dengan skor Toefl tinggi pastilah orang yang cerdas begitu juga sebaliknya adalah sebuah pemahaman yang kurang tepat.
Maksudku adalah, yaelah…look at me, look at my friend. Secara sederhana aja, IPK ku mepet, nilai bahasa Inggris cuma dapet B, banyak juga nilai C #curhat, ngomong bahasa Inggris masih suka belibet, tapi kebetulan aja skor Toeflku lumayan. Sedangkan temenku, dia pinter, jurusan dia oke, dia langganan beasiswa katakanlah, dia kuliah di Universitas yang lumayan terkenal, nah!
Dan itu nggak cuma terjadi sama temenku satu itu, banyak contohnya. Banyak temenku yang skor Toeflnya mepet tapi kalo di kelas..wuidih aktifnya bener-bener impresif, kalo di transkrip nilai A nya keterlaluan banyaknya, iye sih ini penilaianku pake cara goblok, tapi ya tetep lah…bagiku Toefl itu nggak bisa dijadikan indikator, ato bahkan sampe menyulitkan kelulusan segala, mungkin memang standar kemampuan berbahasa asing itu perlu, niatnya sih baik biar para lulusannya bisa bersaing dengan tenaga asing,  tapi rasanya metode penilaiannya harus dibenahi.
Itu aja.

Oia…mau tau skor toefl yang kudapat untuk temenku?
Hahahah
Dia ngamuk-ngamuk karena skor toefl yang kudapetin ternyata jaooooh dari kesepakatan, yah, skor ini juga berhasil ngebikin Resty ketawa nggak lazim di tengah2 rapat sambil ngegoblok2in aku –dan ngebikin semua anggota rapat cuma terbengong2-, skor ini juga yang bikin prita ketawa depresi punya temen sepertiku ini.
Nggak nyangka, sekalinya jadi joki, mengacaunya ampe begini hahahha
cukup sekali jadi joki, nggak lagi-lagi.
Tapi syukurlah, pihak jurusan dia nggak curiga kenapa skor dia bisa heboh banget naiknya, jadi akhir cerita…dia keturutan wisuda agustus juga :D
Happy ending, yak..itung2 itu hadiah dari gue buat kelulusan dia :*

Komentar

  1. Balasan
    1. terima kasih untuk mbak Wahyu atas komentarnya.
      Maaf kalau2 blog -tempat curhat- saya ini menyesatkan, harap diambil positifnya ya -kalo ada sih-
      :)

      Hapus

Posting Komentar

Find de lesson already?
I hope so.
thanks for the comment anyway :D

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home