Benarkah seburuk itu?

Hai semuanya...

Apa kabar kalian?. Kuharap kalian baik2 saja dimanapun kalian berada.

Jika kalian tanya kabarku...uhm,

J

I am fine, too

Kalian tahu, setelah insiden ‘dua hari rasanya mo mati’, I did something bad.

Ada yang tahu apakah itu?, anyone?

Yep, right. Aku ngambek sama Tuhan. Aku ngambek sama dunia.

Aku berhenti melakukan semua tanggung jawabku dan terus bertanya ‘how could these happen to me???’

Hidup serasa sulit banget. Amat sangat tidak adil!!!

Karena, aku ngerasa kehilangan banyak hal hanya dalam satu waktu, hanya dalam hitungan jam dan aku ngerasa kehilangan terlalu banyak.

Setelah tugas yang kubuat dibatalkan secara sepihak, aku dengan reflek memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa lagi, aku memutuskan untuk diam mematung di pojokan sementara teman2ku terus berusaha.

Hei apa gunanya gitu loh berusaha, nggak akan ada yang berubah. it doesn’t mean anything anymore!. Gimana kalo tiba2 aja konsep tugas diubah lagi?, siapa yang bakal tahu kalo kerjaan yang kami bikin nggak akan disalahin disana-sini?, who knows??????

Itu kusebut tindakan logis, namun yang lainnya lebih suka menyebutnya putus asa.

Dan disaat salah seorang teman minta bantuanku untuk mengerjakan tugas kami, aku bilang aku nggak mau. Aku bilang itu bukan urusanku. Aku bilang, sia-sia saja apa yang kulakukan

Dan kalian tahu apa yang temanku katakan?

Katanya Aku egois.

Pernahkah seseorang mengatakan kau egois, tepat di depan mukamu?, di depan teman2mu yang lain?, di depan dirimu sendiri?

Huh, terlalu banyak tanda tanya ya...dan memang ada begitu tanda tanya di otakku.

Saat aku dibilang egois, aku ingin sekali berteriak di hadapannya dan mengatakan bahwa dia tidak tahu apa2, dia tidak tahu apa yang telah kukorbankan untuk tugas sia2 ini, dia tidak tahu kekecewaan ini bukan hanya tentang tugas yang dibatalkan, bukan hanya itu.

Tapi...aku tak mengatakannya. Aku hanya diam saja.

Karena saat itu aku memang tidak bisa bilang apa2. Aku terlalu sibuk menyadarkan diriku bahwa aku sudah kehilangan kepercayaan mereka. I turn to be a bad person, instantly.

Tapi aku sadar, bahwa bisa saja aku ini adalah orang yang egois. Hellowww...Aku bisa dengan mudah mengatakan bahwa si A itu egois, si B itu menyebalkan, lalu kenapa mereka tidak bisa mengatakan hal yang sama tentangku?

Apakah kalian pernah memikirkan hal yang sama?,

Menyadari kalo diri kita adalah sisi yang ‘jahat’, si antagonis dalam cerita orang lain, adalah satu hal yang cukup sulit, sangat malah.

Rasanya tertohok aja denger orang lain bilang bahwa kita adalah oknum yang salah sementara ketika kita meminta pembelaan dari temen yang lain, mereka cuma diem, nggak ada yang membela kita, yang sama artinya dengan mereka menyetujui apa yang barusaja mereka dengar.

Pasti mereka salah, dan aku lah yang benar. Aku mencoba menenangkan diri sendiri dengan mengatakan sekali lagi bahwa mereka tidak tahu apa2, mereka tidak tahu apa yang telah kukorbankan.

but, then what?

Aku tetep adalah seseorang yang egois.

Hehe, tapi tenang...aku bukannya mau menggalau di postingan kali ini, aku mau bicara tentang apa yang telah kupelajari, jadi tadi itu cuma intro gitu deh..-hahaha, mana ada intro sepanjang itu-

Uhm, oke...ayo kita mulai.

2 hari sebelumnya terasa berjalan dengan sangat lama, sangat membosankan, sangat mengecewakan dan banyak sangat yang lain.

Aku bahkan nggak napsu makan. –nggak napsu makan mennnnn, padahal aku biasanya adalah omnivora pemakan segala, dan sekarang... itu uda kayak tanda2 bakal ada bencana alam, bayangkan betapa seriusnya gejala ‘nggak napsu makan’ bagi seorang omnivora. Populasi ayam akan meningkat tajam, padi batal panen, perusahaan coca-cola bisa bangkrut, perekonomian anjlok, negara inflasi, dunia berevolusi dan akhirnya kita kembali ke jaman berburu dan meramu (heh?)–

2 hari itu, aku bilang bahwa banyak hal yang hilang.

Ada saat dimana suatu hal tidak berjalan sesuai dengan keinginan kita.

Dan kita mengumpat, karena merasa gagal dan kehilangan sesuatu yang penting

Itulah dunia.

Suka mempermainkan kita.

Membalik banyak hal hanya dengan sedikit hembasan.

Itulah dunia,

Kita terjatuh, menangis, lalu bangun lagi

Bukan karena dipaksa, tapi karena memang sudah insting kita untuk bangun setelah jatuh

Selama belum semua tulang yang retak, selama masih bisa bergerak

Maka kita akan berdiri lagi

Tapi kita tidak akan menjadi pribadi yang sama seperti sebelum kita jatuh

Sebenarnya, kita menjadi lebih kaya,

Karena disaat kita jatuh, kita belajar tentang apa yang membuat kita jatuh, kenapa kita bisa jatuh, bagaimana kita jatuh

Dan saat berdiri, kita jadi mengerti.

Tak masalah bila ada yang mengatakan bahwa aku egois, karena dengan begitu, aku jadi tahu bahwa ada sesuatu yang harus diperbaiki. Lalu setelah itu, mereka tidak akan lagi mengatakan bahwa aku ini egois.

Nggak ada manusia di dunia ini yang mau jadi orang yang buruk, -aku yakin itu-

Semua orang adalah tokoh utama dalam hidup masing2, dan setahuku..tokoh utama adalah sosok yang baik.

Hanya saja kadang keadaan membuat semua itu terkamuflase dan menjadi salah di hadapan orang lain,

So, the result is...ayo bangun lagi!

Ps: akhir pekan ini aku punya kesempatan buat balik nengokin simbah, tapi kata mom mending nggak usah karena simbah uda gak sadar, simbah uda nggak ngenalin siapa2 lagi,

But...I just wanna see her,

Siapapun yang baca postingan ini, doakan simbahku ya, doakan beliau mendapat yang terbaik,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home