Wall-E



Wall-E merupakan sebuah film animasi sci-fi yang mengangkat masa depan sebagai tema cerita. Tapi, uniknya…disaat film2 lain dengan tema yang sama sibuk mem-blow up betapa canggihnya peradaban manusia di masa depan, film Wall-E memberikan satu perspektif berbeda mengenai efek –samping ?- dari perkembangan peradaban itu sendiri.
Diceritakan pada Tahun 2100an, kadar polusi di bumi sudah melampaui ambang batas  sehingga sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditinggali. Oleh karena itu, manusia mengungsi untuk sementara dan tinggal di sebuah kapal induk yang menyediakan segala kemudahan dan kecanggihan yang ada sementara program pembersihan bumi dilakukan, -well…kalo diinget2, ide seperti ini juga pernah diangkat dalam film City Of Ember, bedanya adalah…kalo di film city of ember, manusianya ngungsi ke bawah tanah, sedangkan di Wall-E, manusia ngungsi ke luar angkasa-.
Sampai disini…aku jatuh cinta, hehehe. Walopun pada 15 menit pertama aku masi nggak ngeh dengan jalan cerita yang bener2 minim dialog. Pada menit2 pertama Cuma dikasih liat ada satu robot yang kerjaannya mondar-mandir menumpuk sampah2 hingga menjadi setinggi gedung pencakar langit di tengah2 kota yang udah ditelantarin.
Sumpah, tercengang banget ngeliat ‘sampah dimana-mana’landscape dan betapa ngerinya ngeliat hanya tinggal SATU buah robot yang tersisa untuk mengatasi kekacauan tersebut -mengingat setting film adalah 700 tahun setelah peristiwa pengungsian-.
Dalam film ini, sang robot yang bernama Wall-E digambarkan seolah2 dia memiliki perasaan. So…coba  tebak, “apa yang akan kalian rasakan jika kalian harus hidup sendirian di tengah2 tempat buruk rupa dalam waktu yang amat sangat lama sekali?”, jawabannya adalah…”yeah, right…kesepian!”
Nah, disinilah ceita sebenernya baru dimulai, jeng jeng jeng jeng…
Setelah sekian lama mengunggu ‘seseorang’ yang bias diajak berteman. Wall-E akhirnya bertemu dengan Phrobe Eve, sebuah robot yang ditugaskan untuk kembali ke bumi dan mencari petunjuk bahwa bumi sudah dapat ditinggali lagi. Dan bener aja, dengan bantuan Wall-E, Eve akhirnya nemuin petunjuk tersebut, yaitu berupa tanaman hijau yang yang sudah mulai bias tumbuh di permukaan bumi .
Jadi deh, Eve balik lagi ke kapal induk untuk melapor tentang keadaan bumi.
Nah,…setelah tadi sempat dibuat tercengang oleh setting bumi dengan wajah yang nggak pernah terbayangkan sebelumnya kali ini aku kembali dibuat tercengang dengan kondisi manusia2 yang tinggal di kapal induk.
Mennnn, karena kecanggihan teknologi yang memungkinkan manusia hanya tinggal duduk dan dilayani, bentuk morfologi –ato fisiologi???, pokoknya bentuk fisik lah- jadi bener2 berubah. Manusia jadi berubah mirip buntalan2 karung bernyawa yang kemana-mana selalu memakai kursi.canggih.melayang.multifungsi.dan melayang lagi. Untuk beraktifitas. Pokoknya tinggal bilang apa yang kita butuh dan wusss, keinginan kita akan dilayani dalam sekejap, jadi seolah timbul pemikiran “buat apa bergerak dan susah2 memenuhi kebutuhan yang sudah dipenuhi oleh mesin2 dan robot2?”
Setelah ngeliat ‘sampah dimana2’ landscape, sekarang berubah secara ekstrim menjadi ‘obesitas dimana2’ landscape. Intinya…manusia terlalu subuk untuk menikmati gaya hidup yang seperti itu hingga lupa untuk bergerak atau bahkan berdiri.
Dari sini, ceritanya makin menarik. Meskipun Eve sudah berhasil membawa petunjuk dan memperlihatkannya pada kapten kapal, tidak semua hal berjalan lancar. Karena program pembersihan bumi telah dianggap gagal oleh petinggi pemerintahan terdahulu, maka kapal induk diberikan perintah untuk tidak pernah lagi kembali ke bumi sehingga perintah tersebut membuat semua mesin dan robot menghalangi keinginan sang kapten untuk membawa manusia kembali ke bumi, sekalipun petunjuk telah ditemukan.
Waw…sekali lagi aku bilang, aku jatuh cinta sama film ini.
Tingkah laku Wall-E yang lucu dan sering bikin tersenyum serta sifat bersahabatnya yang menyentuh terkesan so sweet banget.
Aku nggak tahu kenapa wall-E digambarkan sebagai robot yang memiliki perasaan seperti manusia (biasanya aku akan menuntuk penjelasan ilmiahnya –kayak Astro Boy misalnya-), namun…untuk kali ini, kurasa itu adalah sesuatu yang bener2 tepat untuk menggambarkan maksud dari tujuan ide cerita film ini.
Banyak pelajaran yang bias kita dapet dari film ini, salah satunya adalah mengenali sustainable development dimana kita jug aharus mempertimbangkan lingkungan tempat kita mengembangkan peradaban. Karena sebenernya kita –manusia maksudnya- bukanlah satu2nya tokoh utama dalam kehidupan ini, but…nggak dipungkiri bahwa manusia punya nilai plus karena punya perasaan dan pemikiran, jadi..sudah seharusnya kita, mulais ekarang, harus berkomitmen untuk menjaga keselarasan dalam kehidupan, yeahhhhhhhhh #obsesisemangatsuperhero
–aku langsung lulus mata kuliah Budi Pekerti deh abis ini-
So…my result is, 8.0 dari skala 1-10
(suka juga sama ending (sebelum credit title) dimana  ditunjukkin usaha manusia dalam meperbaiki kondisi lingkungan alamnya dengan ilustrasi yang keren banget, …I love it)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home