About Time

Berawal dari diskusi antara gue dan sodara tiri gue untuk mengisi waktu luang dia –yes, proyek dia udah kelar- dan sedikit mengurangi kejenuhan gue di sela-sela kerjaan gue –yes, proyek gue baru sampe klimaks-, didapatkan kesepakatan mengenai  bahasa dengan aksen paling seksi di seluruh dunia ini.
menurut dia, bahasa dengan aksen paling kece ada 3, yaitu British-English, India-English dan Rusia. Untuk membuat gue mengesahkan kesepakatan ini, dia akhirnya memberi gue film berjudul About time.
Dan bener aja, film ini sangat kental dengan aksen British nya. cukup nonton di 5 menit pertama dan gue langsung menyimpulkan bahwa memang, aksen British English jauh lebih bikin melting ketimbang American English. Namun, setelah 5 menit pertama ini, fokus gue akhirnya berpindah. Bukan lagi memasang telinga buat menikmati cara ngomong seseorang, namun lebih ke cerita yang pada menit2 awal ini cukup punya potensi untuk jadi film yang weird.
Pas gue tanya Ayu –temen sekantor- tentang film ini, dia hanya memberi komentar singkat sesuai dengan tebakan gue. “itu film aneh, jelek.” udah gitu aja. Lalu, gue tanya mbak Astri –sesama temen kantor tapi lebih senior- dan dia menjawab “ehmm…aneh sih, cuma dapet lah intinya” lalu terakhir gue bertanya pada sodara tiri gue, Aga. Setelah mengambil jeda buat berpikir akhirnya dia bilang “lumayan kok, pretty good, yeah bener…dapet intinya”


  About time merupakan film drama dengan sedikit bumbu magic di dalamnya. Tim, seorang remaja biasa dengan muka, rambut, alis, dan gesture yang british banget ini tinggal dengan keluarganya dan menjalani hidup paling biasa di dunia. Biasa? Seenggaknya sampai umur dia 21 tahun sih karena tetiba sang ayah menyampaikan rahasia yang membuat hidupnya nggak akan pernah sama lagi, tsahhh *ada petir menyambar*. Dan apakah rahasia itu? ternyata semua anggota keluarga laki-laki Tim, mulai dari kakek buyut, ayah hingga paman2nya memiliki kemampuan sebagai seorang time traveler namun hanya untuk waktu2 yang spesifik di masa lalu.
Tidak seperti awal mula lahirnya pahlawan super maupun plot pembuka cerita dalam film2 fantasi kebanyakan, film ini malah berjalan dengan sangat simple dan sederhana. Sang Ayah mempergunakan kekuatannya hanya untuk melakukan hobinya, yaitu membaca buku. Sedangkan Tim malah berniat untuk menggunakan bakatnya untuk membantunya dalam mencari pacar. iya, narimo banget, nggak neko2 sekali bapak-anak ini.
Proses pencarian pacar yang dilakukan berkat bantuan bakat ini jelas menyuguhkan pengalaman2 unik yang tentu aja nggak bakal dialami oleh pencari pacar/jomblo reguler lainnya. Tim akhirnya menemukan seorang gadis cute bernama Mary dan kisah cinta mereka memiliki ending yang bahagia, -sekali lagi gue bilang..alurnya simple banget-. Lalu, apa menariknya film time.traveler.minim.aksi.ngirit.emosi ini?

Daya tariknya mulai kerasa ketika ayah Tim divonis kanker dan umurnya tinggal tersisa dalam hitungan minggu. Sang ayah mengajari Tim menggunakan bakatnya untuk memaknai hari-hari yang telah dia lewati, caranya adalah dengan mengulangi hari-hari tersebut dengan perasaan yang berbeda karena tidak lagi digantungi oleh rasa takut akan sesuatu yang bakal terjadi –karena secara teknis dia cuma mengulangi apa yang telah terjadi-. Dari sini, dunia menjadi lebih indah bila dijalani tanpa rasa takut, penasaran, resah ataupun tertekan. Diiringi dengan soundtrack yang sweet, perjalanan ‘mengulang.hari’ Tim ini mampu membuat orang tersenyum dan ikut merasakan hal positif seperti yang didapatkan oleh Tim.
dan eits..itu baru poin pertama. Yang lebih menarik lagi dari cerita ini adalah ketika ayah Tim akhirnya meninggal. Tidak seperti anggota keluarga lain yang harus menghadapi kesedihan yang berat, Tim dengan beruntungnya tidak perlu melewati fase berduka itu –enggak? atau belum?-
Apabila merindukan sang ayah, Tim hanya perlu kembali ke masa lalu untuk sekedar main tennis meja atau ngobrol dengan sang ayah. Hal itu berlangsung beberapa lama hingga akhirnya tiba saat dimana karena suatu alasan, Tim tidak dapat lagi menggunakan bakatnya untuk menemui sang ayah. Kondisi ini menuntuk Tim untuk benar2 mampu menghadapi apa itu yang namanya fase kehilangan seperti yang telah dirasakan oleh anggota keluarga lainnya. Nah, pada scenes ini..akan terlihat bagaimana seorang anak harus dengan sadar merelakan orang tuanya yang sudah pergi.
life must go on, gitu kan ya?
Gue emang nggak bisa memaksakan agar film ini masuk ke dalam kategori ‘oke’ bagi temen2 gue yang juga udah sempet nonton. Gue paham bahwa cara orang mengambil makna dari sebuah film terdesain secara spesifik di otak mereka dan dipengaruhi oleh banyak hal yang kalo dipermutasi mungkin bakal nyampe tak terhingga. Oleh karena itu, gue bilang baik dan mereka bilang jelek bukanlah dua buah fenomena yang sejenis.
jadi, disitulah akhirnya, di kesimpulan bahwa gue suka About Time *apalagi soundtracknya*.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moving Out

Jakartan, Mall, and Things in between

Home